Connect with us

NUSANTARA

Manipulasi Suara dan Pelanggaran Netralitas ASN Bayangi Pilkada Papua Tengah

Aktualitas.id -

alt='pilkada serentak"
Ilustrasi pilkada

AKTUALITAS.ID – Ketua Masyarakat Pemantau Pilkada Indonesia (MPPI), Agus Rihat Manalu, mengungkapkan proses pemilihan kepala daerah tersebut dipenuhi dugaan kecurangan yang melibatkan sejumlah aktor, mulai dari pasangan calon hingga penyelenggara Pilkada di tingkat kabupaten dan provinsi.

“Pilkada ini penuh dengan kecurangan oleh salah satu pasangan calon. Modusnya, suara diubah di tengah jalan menuju KPUD atau bahkan diubah langsung di kantor KPUD untuk memenangkan salah satu paslon,” ujar Agus dalam keterangannya, Sabtu (4/1/2025).

Agus juga menyoroti praktik sistem noken dalam rekapitulasi suara dan mobilisasi ASN dimanfaatkan untuk melakukan manipulasi hasil pemilihan. Ia menyebut penyelenggara Pilkada, seperti KPUD dan Panwaslu, turut berperan dalam kecurangan ini.

“Masyarakat sudah sepakat memberikan suara melalui sistem noken, tapi suara itu malah diubah mulai dari TPS hingga ke KPUD. Semua ini dilakukan melalui kerja sama yang melibatkan KPU dan panwas kecamatan,” ungkap Agus dalam keterangan pers yang diterima wartawan Sabtu (4/1/2025).

Agus mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Bawaslu RI, dan KPU Pusat segera mengambil langkah tegas. Ia mengingatkan, jika dibiarkan, kecurangan ini dapat memicu konflik sosial yang lebih besar di Papua Tengah.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, turut menyampaikan temuannya terkait netralitas dalam Pilkada Papua Tengah. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan pada 7-12 November 2024, Lokataru Foundation menemukan sembilan pelanggaran terkait netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan perangkat penyelenggara Pilkada di wilayah Papua. Pelanggaran tersebut mencakup satu kasus di Provinsi Papua, enam di Papua Selatan, dan dua di Papua Tengah.

Delpedro menjelaskan, pelanggaran ini melibatkan penyalahgunaan kewenangan oleh aktor lokal di tingkat kota, kabupaten, hingga distrik. Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang dianggap tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya.

“Bawaslu seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengawasi pelanggaran ini, tetapi ternyata fungsi tersebut tidak berjalan optimal. Bahkan Panitia Pemilihan Distrik (PPD) juga tidak bekerja sesuai etika dan prinsip penyelenggaraan Pilkada,” ungkap Delpedro.

Lebih jauh, Delpedro mengusulkan agar dilakukan pengusutan terhadap manfaat yang diterima pasangan calon tertentu dari pelanggaran ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

“Bukan hanya pasangan calon yang secara langsung melakukan pelanggaran, tetapi ada aktor lokal yang memegang kekuasaan dan turut berperan. Manfaat yang diterima oleh kandidat tertentu ini harus ditelusuri lebih dalam,” tegasnya.

Lokataru Foundation juga mencatat adanya perubahan data dari formulir C-Hasil ke D-Hasil yang dinilai mencurigakan. Pemantauan dilakukan melalui berbagai metode, termasuk pemantauan media, laporan masyarakat, dan analisis data kualitatif berdasarkan indikator pelanggaran Pilkada.

“Kami melihat adanya perubahan data yang tidak wajar. Ini menjadi perhatian serius dalam fungsi pengawasan kami,” pungkasnya. (Yan Kusuma)

TRENDING