Polisi Pakai UU ITE Jerat Fintech Ilegal


Ilustrasi /Getty Images

AKTUALITAS.ID – Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Ditippidsiber Bareskrim) Polri menindaklanjuti maraknya financial technology (fintech) ilegal, terutama pinjaman online, yang mengintimidasi nasabahnya. Namun, proses penegakan itu masih belum maksimal sebab belum adanya regulasi yang mengatur tentang fintech.

Kasubdit II Dirtippidsiber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul menjelaskan, pihaknya hanya bisa mengenakan Undang-Undang Informasi, Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam mengatasi kasus penipuan atau intimidasi oleh fintech. Adapun hal yang dikenakan berkaitan dengan penyadapan data, penyebaran data pribadi, pengiriman konten pornografi, pencemaran nama baik, pengancaman, manipulasi data, serta akses ilegal.

“Hal-hal itu yang bisa kita jerat, pasal-pasal yang terangkum dalam UU ITE. Selain daripada itu, belum ada kami temukan pasal lain yang bisa menjerat fintech ilegal,” papar Ricky saat konferensi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (2/8).

Ricky mengatakan, proses peminjaman online memang tak menuntut syarat yang rumit. Nasabah hanya memberikan jaminan berupa identitas diri.

Setelah itu langsung diberikan pinjaman dengan tenggat waktu pembayaran 7-14 hari. Namun, jika nasabah tak mampu bayar tepat waktu sesuai perjanjian, maka fintech ilegal ini tak jarang melakukan tindak pidana dengan mengintimidasi nasabanya.

“Mulailah muncul tindak pidana yang dilakukan oleh desk collector. Desk collector kalau didunia nyata itu debt collector karena dia melakukan proses penagihannya tidak bertatap muka langsung dengan debitur,” jelas Ricky.

Lebih lanjut, Dittipidsiber saat ini masih menangani 7 kasus terkait fintech ilegal. Dari kasus tersebut, baru satu yang sudah diselesaikan.

Ia menambahkan, polisi akan menindaklanjuti tindak pidana dan jaringan fintech ilegal apabila sudah ada laporan dari pihak yang dirugikan. Namun masalahnya, banyak korban yang masih tak mau melaporkan secara langsung.

“Sampai saat ini, kendalanya para peminjam tidak mau melaporkan secara langsung, atau menunjuk kuasanya membuat laporan ke polisi. Kami berusaha jemput bola dengan mencari para korban, untuk kita bantu membuat laporan polisi,” ungkapnya.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis sedikitnya 1.230 fintech ilegal selama 2018-2019. Dari jumlah tersebut terhimpun, ada 404 fintech ilegal selama 2017, 826 fintech ilegal selama 2018 dan terakhir 1.230 selama 2019. Berdasarkan server fintech ilegal, 42% servernya tidak diketahui, 22% dari Indonesia, 15% dari Amerika, 8% dari Singapura, 6% dari China dan 2% dari Malaysia. 

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>