Motor Kena Ganjil Genap, Pengamat: Tak Realistis


Ilustrasi

AKTUALITAS.ID – Rencana menerapkan aturan ganjil-genap kepada pengguna sepeda motor pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di DKI Jakarta dikritik pengamat transportasi. Rencana tersebut dinilai tidak realistis.

“Rencana roda dua akan dikenakan ganjil genap, sangat tidak realistis. Sebab sudah dilakukan pembatasan jumlah penumpang dan kendaraan angkutan umum,” kata Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch (ITW), Edison Siahaan, Sabtu (6/6/2020).

Dia menilai penerapan ganjil genap pada masa PSBB tidak tepat karena aturan tersebut diterapkan untuk mengatasi kemacetan dan kepadatan. Sementara di sisi lain, angkutan umum juga dibatasi mengangkut penumpang 50% dari total kapasitasnya agar bisa diterapkan physical distancing untuk memutus rantai penyebaran COVID-19.

Edison meminta Pemprov DKI melakukan kajian mendalam dan berkoordinasi dengan instansi lain. Dia mengatakan tanpa koordinasi, aturan di lapangan bisa malah nantinya mempersulit warga.

“Seharusnya Pemprov DKI lebih dulu koordinasi dengan instansi lain sebelum membuat aturan yang baru, terutama Polri sebagai instansi yang melakukan penegakan hukum. Sebab Polda Metro tidak pernah diajak bicara soal ganjil genap sepeda motor. Saya tanya Dirlantas Polda Metro, dia bilang nggak pernah bicara apapun soal itu,” ujarnya.

“Aturan harus mempermudah warga, bukan justru menimbulkan kesulitan. Pemprov DKI jangan mencuri di tikungan dengan cara menyusupkan pasal ganjil genap untuk motor karena potensi memicu kekisruhan di lapangan antara petugas dengan warga,” sambung Edison.

Ketua Komisi Litbang Dewan Transportasi Kota Jakarta, Prof Leksmono Suryo Putranto, juga menyoroti soal penegakan hukum. Dia mengatakan skema yang bersifat manual akan lebih sulit diterapkan di masa sulit seperti pandemi Corona.

“Selama ini untuk penegakan hukum ganjil genap untuk mobil yang pelat nomornya besar saja petugasnya terbatas. Sementara saat ini petugas juga disibukkan untuk memperhatikan misal pakai masker lah. Jadi apa sempat dan mampu mencermati ketertiban dalam ganjil genap di orang yang menggunakan sepeda motor yang pelatnya lebih kecil?” ujar Leksmono saat dihubungi terpisah.

Dia meminta Pemprov DKI mempertimbangkan kembali bila sepeda motor dikenai aturan ganjil genap. Dia khawatir jika penegakan hukum tak kuat justru dikhawatirkan banyak terjadi pelanggaran.

“Saya persilakan Pemprov DKI pertimbangkan kembali, apa filosofi sebenarnya motor disertakan dalam ganjil genap. Dan apakah ada kesanggupan soal itu, lebih baik tidak. Aturan yang tak bisa ditegakkan lebih baik tidak diatur. Karena kalau tidak bisa diteguhkan, masyarakat bisa melecehkan aturan itu, tidak dihormati lagi oleh mereka,” ucapnya.

Leksmono sebenarnya sepakat jika Pemprov DKI Jakarta mengutamakan transportasi sepeda serta berjalan kaki saat PSBB transisi. Namun, dia menekankan perlunya peningkatan prasarana dalam rancangan transit oriented development (TOD).

Sehingga masyarakat Jakarta mau memilih berjalan kaki dan naik sepeda. Termasuk fasilitas ruang mandi di kantor bagi para pekerja yang menggunakan sepeda.

“Belum ideal, tapi makin banyak TOD di stasiun utama MRT atau TransJ, itu sebenarnya memberi peluang untuk mengembangkan angkutan sepeda untuk pejalan yang terbatas ya, dari mulai stasiun angkutan massal atau ke hunian. Atau juga bisa dikombinasikan dengan program bike share yang di mana sepedanya tak perlu disediakan sendiri tapi merupakan bagian dari Jaklingko. Tiketnya bisa di-tab, pinjem sepeda lalu sepeda dikembalikan di dekat kantor atau stasiun. Itu di Beijing, Shanghai sudah seperti itu,” ungkap Leksmono.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif. Dalam pergub tersebut diatur terkait pembatasan kendaraan dengan rekayasa ganjil-genap untuk kendaraan motor dan mobil.

“Pengendalian moda transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kendaraan bermotor pribadi berupa sepeda motor dan mobil beroperasi dengan prinsip ganjil-genap pada kawasan pengendalian lalu lintas,” demikian bunyi Pasal 17 ayat 1 Pergub Nomor 51 Tahun 2020 seperti dikutip detikcom, Jumat (5/6).

Pada Pasal 17 ayat 2 juga dibahas terkait pembatasan pengguna moda transportasi umum massal diisi paling banyak 50 persen dari kapasitas kendaraan. Kemudian pengendalian parkir juga dilakukan pada luar ruang milik jalan.

Selanjutnya pada Pasal 18 juga diatur kendaraan roda dua dan roda empat bernomor ganjil hanya bisa melintas di ruas jalan pada tanggal ganjil. Sedangkan kendaraan roda dua dan roda empat bernomor genap hanya bisa melintas di ruas jalan pada tanggal genap.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>