Berita
Masyarakat Adat di Papua Tolak Perluasan Lahan Freeport
AKTUALITAS.ID – Masyarakat adat di tiga kampung Papua menolak rencana pengembangan dan perluasan wilayah untuk tambang bawah tanah dan tambang terbuka berupa tembaga dan emas oleh PT Freeport Indonesia. Sekretaris Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS), Yohan Zonggonau mengaku menyayangkan dan menolak rencana perluasan tersebut. FPHS merupakan perwakilan masyarakat di tiga kampung adat, Tsinga Waa, dan […]
AKTUALITAS.ID – Masyarakat adat di tiga kampung Papua menolak rencana pengembangan dan perluasan wilayah untuk tambang bawah tanah dan tambang terbuka berupa tembaga dan emas oleh PT Freeport Indonesia.
Sekretaris Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS), Yohan Zonggonau mengaku menyayangkan dan menolak rencana perluasan tersebut. FPHS merupakan perwakilan masyarakat di tiga kampung adat, Tsinga Waa, dan Arwanop (Tsingwarop), yang terancam terkena dampak dari perluasan tersebut.
“FPHS meyakini bahwa saat ini tidak tepat dilakukan rencana perluasan tersebut,” ujar Yohan dalam konferensi daring bersama Kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia, Lokataro, Sabtu (15/8).
Yohan menuturkan, FPHS dalam beberapa pekan terakhir melakukan analisis dan menyusun Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di kampung Tsingwarop terkait perluasan lahan kerja Freeport.
Ketiga kampung, ujar Yohan, adalah kampung asli yang dihuni secara turun temurun oleh Masyarakat Asli wilayah tersebut. Mereka hidup dengan ekosistem dari kondisi yang ada di dalam. Oleh sebab itu, Yohan menilai rencana perluasan tersebut saat ini tidak tepat.
Dia mengatakan, Freeport hingga kini belum memenuhi hak dasar masyarakat di tiga kampung tersebut. Bahkan, janji perusahaan sejak 53 tahun lalu untuk membangun sekolah dan rumah sakit, kata Yohan, belum terealisasi.
Selain itu, lanjut Yohan, masyarakat di Tsingwarop juga kerap menerima kekerasan selama masa operasi perusahaan. Hingga saat ini, ujarnya, sebagian besar warga kampung masih mengungsi akibat operasi keamanan.
Yohan juga menyoroti pembagian saham antara PT. Freeport dan PT. Inalum yang menurut dia belum jelas. Akibatnya, sampai saat ini pembagian saham di tingkat daerah juga belum tuntas.
Yohan juga mengungkapkan bahwa saat ini telah terjadi longsor di salah satu dari tiga kampung Tsingwarop. Namun, hingga kini tidak pernyataan resmi dari pemerintah pusat maupun daerah menjelaskan penyebab bencana tersebut.
“FPHS menyakini peristiwa tersebut akibat dari praktik bisnis tambang yang tidak sensitif pada aspek lingkungan hidup,” ujar Yohan.
Adapun, sejumlah alasan lain yang menjadi sebab penolakan perluasan tersebut kata Yohan mulai dari pemenuhan hak terhadap 8.300 karyawan yang kena PHK, hingga pencemaran lingkungan.
“Masalah pencemaran sungai yang menjadi tempat pembuangan limbah beracun seperti di Sungai Aghawagon, Otomona Ajkwa, penanganan tailing yang berdampak serius terhadap perairan,” katanya.
Sementara itu, hingga kini, proses konsultasi terkait perluasan lahan oleh Freeport telah mendapat penolakan dari masyarakat adat di 3 kampung Tsingwarop. Namun demikian ia tetap khawatir sosialisasi dan konsultasi itu nantinya hanya diklaim secara sepihak.
“Jika sosialisasi ini diteruskan tanpa menyelesaikan masalah-masalah di atas, hanya akan mengakibatkan konflik alias adu domba diantara masyarakat. Sangat disayangkan,” katanya.
- Multimedia4 jam lalu
FOTO: Banjir Rob Muara Angke
- Nasional23 jam lalu
KPK Geledah Bank Indonesia Terkait Dugaan Korupsi Dana CSR
- POLITIK19 jam lalu
Dipecat PDIP, Gibran Fokus Bantu Presiden Prabowo
- EkBis19 jam lalu
Sambut Nataru, 396 Mal Gelar Diskon Belanja Hingga 70 Persen
- Nasional17 jam lalu
Komisi I DPR Cermati Usulan UU Batas Usia Akses Media Sosial
- POLITIK22 jam lalu
DKPP Jatuhkan Sanksi Peringatan Keras ke Ketua KPU RI dan Anggota KPU RI
- EkBis20 jam lalu
Pertamina Pastikan Pasokan Energi Aman Selama Nataru 2025
- Nasional20 jam lalu
Lokasi Pra Muktamar Luar Biasa NU Dirahasiakan, Sebagian Peserta Hadir Secara Daring