Usai Gencatan dengan Azerbaijan, PM Armenia Nyaris Dibunuh


Seorang pria Azerbaijan mengibarkan bendera Azerbaijan dan bendera Turki setelah Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengklaim pasukan Azerbaijan telah merebut Shushi, sebuah kota utama di wilayah Nagorno-Karabakh yang telah di bawah kendali etnis Armenia selama beberapa dekade di Baku, Azerbaijan, Minggu (8/11/2020).(AP Photo)

Aparat keamanan Armenia berhasil menggagalkan upaya pembunuhan terhadap Perdana Menteri Nikol Pashinyan, selepas dia meneken perjanjian gencatan senjata dengan Azerbaijan terkait konflik di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh.

Seperti dilansir Middle East Eye, Senin (16/11), Badan Keamanan Nasional Armenia (NSS) menyatakan mereka menangkap mantan kepala NSS Artur Vanetsyan, mantan ketua fraksi Partai Republik di parlemen Vahram Baghdasaryan, dan tokoh pejuang Ashot Minasyan. Ketiganya diduga merencanakan skenario untuk membunuh Pashinyan.

“Para tersangka berencana untuk merebut kekuasaan dengan membunuh perdana menteri, dan mereka sudah menyiapkan calon pengganti,” demikian isi pernyataan NSS.

NSS menyatakan mereka menangkap Vanetsyan pada Sabtu (14/11) pekan lalu setelah dipanggil ke markas lembaga itu. Kabar itu dibenarkan kuasa hukum Vanetsyan, Lusine Sahakyan dan Ervand Varosyan.

Vanetsyan juga sempat ditahan dalam aksi unjuk rasa menentang gencatan senjata. Dia dikenal dekat dengan pemerintah Rusia dan menjuluki Pashinyan sebagai pengkhianat bangsa.

Kelompok oposisi kini terus mendesak Pashinyan supaya segera mengundurkan diri. Namun, sampai saat ini dia menolak mengabulkan tuntutan itu.

Dia mengatakan tidak punya pilihan dan harus meneken perjanjian itu, dan menyatakan bertanggung jawab penuh. Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, mengklaim mereka memenangkan konflik itu.

Wilayah Nagorno-Karabakh diakui oleh internasional sebagai bagian dari Azerbaijan. Namun, mayoritas penduduknya adalah etnis Armenia.

Sejak Uni Soviet runtuh, konflik merebak di kawasan itu. Kelompok pemberontak separatis Yerevan yang didukung Armenia menduduki wilayah itu sejak awal 1990-an.

Dalam pertempuran yang kembali meletup sejak akhir September lalu, militer Azerbaijan berhasil merebut sebagian kawasan Nagorno-Karabakh.

Atas kesepakatan gencatan senjata itu, pasukan Armenia diharuskan mundur dari wilayah konflik. Para penduduk sipil Armenia lantas memutuskan membakar rumah mereka yang kini berada di tangan Azerbaijan.

Rusia sudah mengirimkan 2.000 pasukan penjaga perdamaian lengkap dengan kendaraan lapis baja. Sedangkan Turki yang merupakan sekutu Azerbaijan juga berencana mengirimkan pasukan untuk mengawasi proses gencatan senjata.

Armenia mengklaim bahwa 2.317 tentara mereka tewas dalam pertempuran dengan Azerbaijan. Proses pertukaran jasad prajurit dari kedua belah pihak akan terus dilakukan seiring dengan perjanjian gencatan senjata.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>