Berita
Pengamat Ketenagakerjaan UGM: UU Ciptaker Akan Antarkan Indonesia Jadi Leading
AKTUALITAS.ID – Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi berharap agar implementasi UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dapat terlaksana dengan baik, hingga mampu mengantarkan Indonesia menjadi negara maju dan leading di Asia Tenggara. “Saya secara positif mengatakan bahwa ini akan terjadi lompatan yang luar biasa dalam upaya membentuk […]
AKTUALITAS.ID – Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi berharap agar implementasi UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dapat terlaksana dengan baik, hingga mampu mengantarkan Indonesia menjadi negara maju dan leading di Asia Tenggara.
“Saya secara positif mengatakan bahwa ini akan terjadi lompatan yang luar biasa dalam upaya membentuk ekosistem investasi di tanah air. Ini harus benar-benar diimplementasikan dengan baik dan tentunya Perpres dan sebagainya bisa memasukkan unsur-unsur yang bersifat teknis dalam pelaksanaannya,” kata Tadjuddin Noer dalam keterangannya, Rabu (23/12/2020).
Menurutnya, keberadaan UU Cipta Kerja dinilai terlambat. Seharusnya, regulasi tersebut sudah dijalankan sejak 20 tahun lalu agar saat terjadi perubahan demografi peluang kerja juga meningkat. Dengan adanya bonus demografi yang dimiliki Indonesia, maka UU Cipta Kerja diharapkan mampu menyerap tenaga kerja sebesar mungkin.
“Dari sudut pandang pembangunan dan ketenagakerjaan harusnya regulas ini sudah dilakukan sejak 20 tahun yang lalu. Kalau pada waktu itu ekosistem investasi ini sudah ada tidak akan terjadi kelambatan transformasi ekonomi Indonesia,” ucapnya.
Pakar Ketenagakerjaan ini yakin, UU Cipta Kerja ini sanggup mengantarkan Indonesia menjadi leading di Asia Tenggara, dimana saat ini kondisi negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand sudah masuk masa transisi demografi tahap empat dimana terjadi penurunan kelahiran dan pertambahan usia tua.
“Maka besar harapannya agar omnibus law tersebut dapat diimplementasikan dengan baik ke depan hingga mampu membawa Indonesia menjadi negara maju di 2040 mendatang. Dari ruang lingkup UU Cipta Kerja sendiri dinilai merupakan upaya membentuk ekosistem investasi,” terangnya.
Tadjudin juga mengatakan dari sisi ekonomi secara teoritis dan pengalaman negara berkembang dengan proses peralihan angkatan kerja dari sektor pertanian menuju ke industri dan kemudian services akan terjadilah juga transformasi sosial. Saat ada proses transisi ini akan terjadi perubahan sosial dari budaya kerja upah, jaminan pekerjaan, jaminan hari tua, dan seterusnya.
“Tetapi di negara kita itu tidak terjadi karena ekosistem investasi itu belum ada. Transformasi ekonomi kita lambat terjadi apa tenaga kerja kita itu dari sektor pertanian bukan menuju ke industri tapi ke pelayanan dan itu banyak di sektor informal,” ucapnya.
Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan pada Agustus 2020 penduduk yang bekerja di kegiatan informal sebanyak 77,68 juta orang (60,47 %), sedangkan yang bekerja di kegiatan formal sebanyak 50,77 juta orang (39,53%).
Penduduk bekerja di kegiatan informal pada Agustus 2020 mengalami peningkatan sebesar 4,59% dibandingkan dengan Agustus 2019. Menurut Tadjudin, mengatakan implikasi dari besarnya pekerja di sektor informal pekerja memiliki penghasilan rendah, tidak ada jam kerja yang teratur, tidak dilindungi undang undang dan berbagai risiko lainnya.
Besarnya jumlah pekerja informal juga akan mempengaruhi proses transformasi. “Tidak berjalannya proses perpindahan angkatan kerja dari sektor pertanian ke industri itu juga memunculkan gejala pengangguran. Hal itu yang menyebabkan pengangguran kita selama 20 tahun terakhir itu tinggi,” ucapnya.
Adapun terkait kontroversi dari klaster Ketenagakerjaan yang ramai dibahas. Tajuddin mengambil contoh pada aturan mengenai tenaga kerja asing (TKA) bahwa pada UU Cipta Kerja justru dibuat lebih ketat.
“Katanya TKA akan lebih mudah masuk, UU itu ada memberikan peluang kepada TKA itu tidak benar karena dipasal itu saya membaca dan mencari ternyata lebih ketat pekerja asing untuk masuk ke Indonesia, bila dibandingkan dengan undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003,” jelasnya.
Kemudian terkait pengupahan, jika nanti transformasi sudah dilakukan Tadjuddin menyarankan agar dasar pengupahan buka lagi berdasarkan pada upah minimum. Upah minimum disebut hanya sebagai batas upah bawah. Ke depan perlu ditetapkan dasar pengupahan pada collective bargaining yang menekankan pada kompetensi si pekerja.
“Kita akan bergerak pada transformasi yang akan lahirkan tenaga terampil maka ukurannya bukan upah minimum tapi kompetensi. Dengan demikian tahun 2045 Indonesia jadi negara maju dan bisa disegani dunia. Dan tenaga kerja kita jadi tenaga ahli yang tersebar di global,” kata Tadjuddin.
-
JABODETABEK28/12/2025 16:00 WIBPadamkan Kebakaran Rumah di Pademangan, Gulkarmat Kerahkan 54 Personel
-
NASIONAL28/12/2025 14:50 WIBAkademisi Nilai Kebijakan Kementan Bangun Ekosistem Pangan Berkelanjutan
-
EKBIS28/12/2025 13:30 WIBHarga Emas Antam Hari Ini 28 Desember 2025 Cetak Rekor ATH Rp 2,605 Juta/gram
-
EKBIS28/12/2025 19:00 WIBTujuh Mobil Tangki BBM Dikirim Pertamina Patra Niaga ke Bener Meriah
-
JABODETABEK28/12/2025 11:30 WIBPemotor Kebut-kebutan di Kalimalang Tewas Usai Tabrak Gerobak Tahu Bulat
-
RIAU28/12/2025 22:27 WIBPolda Riau Tutup 2025 Dengan Penurunan Kejahatan dan Penguatan Green Policing
-
OTOTEK28/12/2025 15:30 WIBMedia Sosial Terancam Berubah Total, Aturan Baru New York Wajibkan Peringatan Dampak Algoritma
-
RAGAM28/12/2025 12:30 WIBJadwal Masuk Sekolah Jakarta 2026 dan Tanggal Merah Januari yang Perlu Diketahui

















