Berita
Selama 40 Tahun, Trump Diduga Menjadi Mata-mata Rusia
Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump diduga dimanfaatkan jadi mata-mata Uni Soviet dan Rusia selama 40 tahun. Keterangan dari mantan anggota Badan Intelijen Uni Soviet (KGB) Yuri Shvets menyatakan Trump ikut andil dalam propaganda anti-Barat. Mengutip The Guardian, Minggu (31/1), Shvets menyatakan posisi Trump sama dengan jaringan mata-mata Inggris yang biasa disebut dengan ‘The […]
Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump diduga dimanfaatkan jadi mata-mata Uni Soviet dan Rusia selama 40 tahun.
Keterangan dari mantan anggota Badan Intelijen Uni Soviet (KGB) Yuri Shvets menyatakan Trump ikut andil dalam propaganda anti-Barat.
Mengutip The Guardian, Minggu (31/1), Shvets menyatakan posisi Trump sama dengan jaringan mata-mata Inggris yang biasa disebut dengan ‘The Cambridge Five’.
Jaringan mata-mata Inggris itu memberikan informasi rahasia ke Uni Soviet selama Perang Dunia II dan awal Perang Dingin.
Shvets mengaku dikirim ke Washington DC oleh Uni Soviet pada 1980 silam. Saat itu, ia menyamar menjadi koresponden untuk kantor berita Rusia, Tass.
Kemudian, Shvets pindah secara permanen dan memperoleh kewarganegaraan AS pada 1993. Lalu, ia bekerja sebagai penyelidik keamanan perusahaan dan mitra mendiang mata-mata Rusia bernama Alexander Litvinenko.
Pernyataan Shvets soal Trump dituliskan oleh jurnalis Craig Unger dalam buku American Kompromant. Unger juga menceritakan Trump pertama kali menarik perhatian Rusia pada 1977.
Saat itu, Trump menjadi target operasi mata-mata gabungan antara Dinas Intelijen Cekoslovakia yang bekerja sama dengan KGB.
Setelah itu, Trump membangun Hotel Grand Hyatt New York dekat stasiun Grand Central. Trump membeli 200 set televisi untuk hotel itu dari Semyon Kislin, seorang imigran Soviet yang ikut memiliki toko peralatan elektronik Joy-Lud di Fifth Avenue.
Shvets menduga Joy-Lud dikendalikan oleh KGB dan Kislin. Lalu, Kislin melihat Trump memiliki potensi untuk dimanfaatkan menjadi mata-mata.
“Kislin menyadari Trump seorang pengusaha muda yang sedang naik daun dan potensial untuk dimanfaatkan,” kata Shvets.
Lalu, Trump mengunjungi Moskow dan St. Petersburgh pada 1987. Saat itulah, Shvets mempengaruhi Trump untuk memberikan arahan dan poin-poin yang dirumuskan oleh KGB.
Setelah berkunjung ke Moskow, Trump pun mencari cara supaya dilirik untuk menjadi kandidat bakal calon presiden.
Bahkan, Trump juga memasang iklan di sejumlah surat kabar, seperti New York Times, Washington Post, dan Boston Globe yang berisi pendapat yang meragukan keikutsertaan AS di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan menuduh Jepang mengeksploitasi AS.
Shvets pulang ke Rusia setelah iklan itu muncul dan menghadap ke pimpinan KGB. Petinggi KGB menyatakan senang karena rencana mereka membina Trump untuk memojokkan pihak barat berhasil.
Selanjutnya, KGB mengeksploitasi Trump dengan berpura-pura tersanjung dengan sikap Trump. Permainan Trump itu berhasil dan menjadi pencapaian besar KGB.
Trump pun menang dalam pemilihan presiden 2016 lalu. Rusia menyambut kemenangan Trump.
Rusia disebut-sebut memiliki proyek inisiatif dari Center for American Progress Action Fund dan menemukan tim kampanye hingga transisi Trump memiliki 272 kontak dengan agen Rusia.
-
POLITIK28/10/2025 19:00 WIBKPP-DEM Gelar Diskusi Media Bahas Digitalisasi Pemilu Bareng KPU, Bawaslu dan Kemkomdigi
-
FOTO29/10/2025 05:13 WIBFOTO: Aksi Peduli Biruni Foundation di Hari Sumpah Pemuda
-
NASIONAL28/10/2025 18:00 WIBLBP, Berpeluang Dipanggil KPK dalam Kasus Whoosh
-
OLAHRAGA28/10/2025 19:30 WIBPengamat: Kembalinya Shin Tae-yong Bukan Solusi, Justru Bisa Jadi Masalah
-
NUSANTARA28/10/2025 16:00 WIBIntesitas Hujan Masih Tinggi, Banjir Kembali Genangi Kota Semarang
-
EKBIS29/10/2025 10:30 WIBKurs Rupiah Hari Ini 29 Oktober 2025 Tertekan, Dolar AS Menguat Jelang FOMC
-
NASIONAL28/10/2025 20:01 WIBDukung Prajurit, Kemen PU Serahkan Aset Rp2,29 T ke Kemenhan
-
OLAHRAGA28/10/2025 20:30 WIBPSSI Janji Umumkan Pelatih Baru Timnas Sebelum Maret 2026

















