Berita
Jika AS Belum Cabut Sanksi, Iran Tolak Perjanjian Nuklir
Pemerintah Iran menolak kembali menaati perjanjian nuklir yang diteken pada 2015 silam, jika Amerika Serikat tidak terlebih dulu mencabut seluruh sanksi. “Jika mereka ingin Iran kembali ke perjanjian itu, Amerika harus mencabut seluruh sanksi, dan bukan hanya sekedar ucapan atau di atas kertas,” kata Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dalam pidato untuk para perwira […]
Pemerintah Iran menolak kembali menaati perjanjian nuklir yang diteken pada 2015 silam, jika Amerika Serikat tidak terlebih dulu mencabut seluruh sanksi.
“Jika mereka ingin Iran kembali ke perjanjian itu, Amerika harus mencabut seluruh sanksi, dan bukan hanya sekedar ucapan atau di atas kertas,” kata Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dalam pidato untuk para perwira Angkatan Udara yang disiarkan melalui televisi, seperti dikutip AFP, Senin (8/2).
Pada Sabtu (6/2) pekan lalu, Menteri Luar Negeri Iran, Muhammad Javad Zarif, mendesak pemerintah AS segera menyatakan sikap terkait perjanjian nuklir itu. Sebab menurut dia pemerintah Iran akan melanjutkan program pengayaan nuklir sesuai dengan undang-undang yang diloloskan parlemen jika AS tidak mencabut sanksi hingga 21 Februari mendatang.
Selain itu, kata Zarif, dia mengingatkan tentang situasi politik di dalam negeri Iran dalam pemilihan umum pada Juni mendatang. Menurut dia, jika kelompok garis keras memenangkan pemilu dan memimpin Iran, maka proses untuk berunding akan semakin sulit.
“Amerika Serikat akan kehabisan waktu, baik karena undang-undang dan pemilu Iran,” kata Zarif.
Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menyatakan mereka tidak akan mencabut sanksi untuk Iran sebelum kedua belah pihak kembali menaati perjanjian nuklir itu.
“Tidak,” kata Biden dalam wawancara dengan stasiun televisi CBS.
Biden hanya mengangguk ketika ditanya pembawa acara apakah Iran harus menghentikan terlebih dulu program pengayaan uranium sebelum AS menaati perjanjian nuklir itu.
Pada Januari lalu Biden berjanji jika Iran menaati perjanjian nuklir itu, maka AS akan mengikuti tetapi dengan menambahkan poin perjanjian. Tujuannya supaya Iran membatasi pengembangan program rudal dan pengaruh mereka di Timur Tengah.
Pemerintah Amerika Serikat di masa kepemimpinan Presiden Donald Trump memutuskan menarik diri dari perjanjian itu pada 2018 dan kembali menerapkan sanksi kepada Iran. Alasan Trump saat itu adalah Iran terus mengembangkan rudal terlibat dalam serangkaian konflik bersenjata di Timur Tengah, seperti Yaman dan Suriah, sehingga mengancam negara sekutu AS seperti Israel hingga Arab Saudi.
Sejak itu pemerintah AS terus menekan dan mempersulit gerak-gerik Iran. Bahkan Iran menyatakan kesulitan membeli peralatan medis, obat-obatan hingga vaksin dalam menghadapi pandemi virus corona akibat sanksi AS.
-
Multimedia7 jam lalu
FOTO: Bawaslu RI Gelar Deklarasi Kampanye Pilkada Damai 2024
-
Multimedia4 jam lalu
FOTO: Simulasi Pemungutan Suara Pilkada Jakarta di Gambir
-
EkBis6 jam lalu
Gaikindo Optimistis Kenaikan PPN Tak Goyahkan Sektor Otomotif di 2025
-
Olahraga9 jam lalu
Marc Marquez dan Alex Marquez, Bidik Podium di Seri Penutup MotoGP 2024
-
Ragam12 jam lalu
Antusiasme Tinggi, SEVENTEEN Tambah Jadwal Konser di Jakarta
-
Ragam10 jam lalu
Studi: Stres Psikologis pada Ibu Hamil Tingkatkan Risiko Epilepsi pada Anak
-
Dunia24 jam lalu
Bitcoin Tembus 1,77 Triliun Dolar AS, Jadi Alternatif Investasi Potensial
-
POLITIK4 jam lalu
Mardiono Siap Maju Jadi Ketua Umum PPP Jika Diberi Amanah