Liput Demo Anti Kudeta, Dua Jurnalis Myanmar Divonis Dua Tahun Penjara


Polisi menembakkan meriam air ke arah kerumunan pengunjuk rasa di Naypyidaw, Myanmar pada 8 Februari 2021. (STR/AFP)

Pengadilan Myanmar yang dikuasai militer memenjarakan dua jurnalis di bawah undang-undang era kolonial yang baru-baru ini direvisi, di mana penyebaran “berita palsu” ditetapkan sebagai kejahatan. Revisi itu bagian dari tindakan keras junta militer yang terus berlangsung terkait peliputan media atas krisis di negara tersebut.

Pada Rabu, pengadilan militer di Myeik selatan menjatuhkan hukuman dua tahun penjara untuk Aung Kyaw dari Suara Demokratik Burma (DVB) dan Zaw Zaw, seorang reporter lepas untuk Mizzima News, karena meliput unjuk rasa anti-kudeta yang melanda Myanmar sejak 1 Februari.

Aung Kyaw, yang menyiarkan langsung penangkapannya, adalah jurnalis DVB ketiga yang dipenjara sejak kudeta.

Militer juga menindak media independen, mencabut izin sejumlah organisasi berita, termasuk DVB dan Mizzima, juga membatasi akses ke internet dan melarang televisi satelit.

“Junta militer secara ilegal menahan Aung Kyaw,” kata DVB dalam sebuah pernyataan yang menyerukan pembebasannya.

“Ini jelas merupakan pelanggaran hukum nasional dan internasional oleh junta Burma,” lanjutnya, dikutip dari Al Jazeera, Jumat (4/6).

Mizzima mengatakan Zaw Zaw adalah salah satu dari lima stafnya yang ditahan sejak kudeta dan menyerukan pembebasannya.

“Mizzima sangat percaya bahwa jurnalisme dan hak atas kebebasan berekspresi bukanlah kejahatan dan bahwa Mizzima dan semua media independen Myanmar harus diizinkan untuk berfungsi secara bebas di Myanmar,” katanya dalam sebuah pernyataan di situsnya.

Menurut kelompok pemantau Reporting ASEAN, 87 wartawan telah ditangkap sejak kudeta dan 51 masih ditahan.

Human Rights Watch mengecam vonis tersebut dan mengatakan tuduhan itu “bermotivasi politik dan palsu”.

“Langkah militer untuk memburu para jurnalis dari media Burma yang dihormati seperti DVB dan Mizzima adalah soal mencekik narasi independen tentang apa yang terjadi di Myanmar,” kata Wakil Direktur Asia Reporting Asian Phil Robertson dalam sebuah pernyataan.

Sejumlah wartawan asing juga ditangkap termasuk dua warga negara AS.

Danny Fenster, redaktur pelaksana publikasi independen Frontier Myanmar, ditangkap pada 24 Mei saat dia akan kembali ke negaranya.

Pada Senin, Frontier mengatakan pihaknya belum menerima informasi tentang keberadaan atau keadaan Fenster.

Wakil Menteri Luar Negeri AS, Wendy Sherman mengatakan pihaknya telah menekan militer untuk membebaskan Fenster dan Editor Media Kamayut Nathan Maung, yang ditangkap pada Maret. Dia juga membahas masalah ini dengan negara-negara lain di kawasan itu.

“Penahanan Daniel dan Nathan, serta penggunaan kekerasan oleh militer Burma kepada jurnalis lain, merupakan serangan yang tidak dapat diterima terhadap kebebasan berekspresi di Burma,” kata Sherman dalam panggilan telepon dengan media di Bangkok.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>