Connect with us

DUNIA

Pemimpin Pemberontak Suriah Umumkan Penutupan Penjara Saydnaya dan Pembubaran Pasukan Keamanan Rezim Assad

Aktualitas.id -

Pemimpin kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Abu Mohammed al-Jolani, (Foto: AFP/OMAR HAJ KADOUR)

AKTUALITAS.ID – Dalam langkah signifikan setelah kejatuhan rezim Bashar al-Assad, pemimpin kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Ahmed al-Sharaa, yang lebih dikenal sebagai Abu Mohammed al-Jolani, mengumumkan rencana untuk menutup penjara Saydnaya yang terkenal karena praktik penyiksaan yang brutal. Dalam pernyataannya, Jolani juga menyatakan akan membubarkan seluruh pasukan keamanan yang sebelumnya beroperasi di bawah kendali Assad.

Setelah runtuhnya pemerintahan Assad akhir pekan lalu, mulai beredar video yang menunjukkan kerumunan besar orang berbondong-bondong keluar dari penjara Saydnaya, yang oleh kelompok hak asasi manusia disebut sebagai “rumah jagal manusia”. Menurut Syrian Observatory for Human Rights, hampir 60.000 orang dilaporkan mengalami penyiksaan di penjara-penjara di bawah manajemen pemerintah Assad.

Hayat Tahrir al-Sham menjadi penggerak utama dalam serangan cepat yang berhasil menggulingkan dinasti Assad yang telah berkuasa selama 54 tahun. Pada Minggu (8/12/2024) dini hari, Assad melarikan diri ke Rusia bersama keluarganya, di mana mereka diberikan suaka setelah pemberontak berhasil merebut ibu kota Damaskus.

Jolani menegaskan bahwa tidak ada pengampunan bagi individu yang terlibat dalam penyiksaan atau pembunuhan terhadap tahanan, dan dia menyerukan pengembalian orang-orang yang terlibat dalam kejahatan tersebut untuk diadili. “Kami akan mengejar mereka di Suriah dan kami meminta negara-negara untuk menyerahkan mereka yang melarikan diri sehingga kami dapat mencapai keadilan,” katanya.

Sejak jatuhnya Assad, banyak warga Suriah berbondong-bondong mendatangi penjara-penjara yang dikenal kejam ini untuk mencari orang-orang terkasih mereka. Sebuah laporan tahun 2022 oleh Asosiasi Tahanan dan Orang Hilang di Penjara Saydnaya (ADMSP) menggambarkan Saydnaya sebagai “kamp kematian” setelah dimulainya konflik bersenjata pada tahun 2011.

Jolani juga mengungkapkan niatnya untuk membubarkan pasukan keamanan yang berafiliasi dengan rezim Assad. Namun, tantangan masih mencuat terkait seberapa cepat pemberontak dapat membangun kembali stabilitas di kawasan tersebut, terutama dengan kekhawatiran akan serangan Israel terhadap infrastruktur militer di negara itu.

Menurut laporan Reuters, Jolani menjelaskan bahwa kelompoknya sedang menjalin kerjasama dengan organisasi internasional untuk memastikan keamanan lokasi-lokasi yang mungkin menyimpan senjata kimia. Merespons situasi ini, Wakil Sekretaris Pers Pentagon, Sabrina Singh, menyatakan bahwa Amerika Serikat “menyambut baik” pernyataan Jolani, tetapi menekankan perlunya tindakan nyata untuk mencegah senjata kimia jatuh ke tangan yang salah.

Dengan situasi yang terus berkembang, masa depan Suriah tetap tidak pasti, saat banyak yang menantikan keadilan dan rekonsiliasi di tengah serpihan konflik yang berkepanjangan. (Damar Ramadhan)

TRENDING