Connect with us

DUNIA

Geger! Ratusan Pilot Tempur Israel Tolak Perang Gaza

Aktualitas.id -

Pesawat Tempur Israel, Foto: AP

AKTUALITAS.ID – Gelombang penolakan terhadap perang di Jalur Gaza semakin meluas di tubuh militer Israel. Sebanyak 970 personel Angkatan Udara (AU) Israel, termasuk para pilot tempur elit, perwira, dan prajurit, secara terbuka menyatakan penentangan mereka terhadap operasi militer yang sedang berlangsung. Mereka menandatangani sebuah surat yang mengungkapkan keyakinan bahwa perang ini lebih menguntungkan kepentingan politik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu ketimbang keamanan nasional Israel.

Laporan dari Anadolu Agency pada Kamis (10/4/2025) mengungkapkan tindakan ratusan personel AU ini, meskipun tidak secara eksplisit menyerukan pembangkangan, dianggap sebagai pelanggaran disiplin yang tidak dapat ditoleransi oleh para komandan. Penandatanganan surat protes di tengah berkecamuknya perang dipandang sebagai tindakan yang tidak sah dan berpotensi merusak persatuan militer.

Ancaman pemecatan yang dilayangkan oleh para jenderal Zionis sempat membuat sebagian kecil personel goyah. Namun, hanya 25 orang yang menarik kembali dukungan mereka, sementara delapan personel lainnya justru semakin memperkuat barisan oposisi dengan menambahkan nama mereka ke dalam daftar penandatangan.

Protes yang melibatkan anggota aktif dan cadangan dalam jumlah signifikan ini mencerminkan ketidakpuasan mendalam terhadap kebijakan perang pemerintah. Mereka berpendapat bahwa tujuan utama operasi militer di Gaza adalah untuk mempertahankan kekuasaan Netanyahu, bukan untuk menjamin keamanan jangka panjang Israel.

Beberapa hari sebelum berita ini mencuat, Panglima Angkatan Udara Israel, Mayjen Tomer Bar, dilaporkan telah bertemu dengan sejumlah tokoh kunci di balik surat protes tersebut. Dalam pertemuan yang berlangsung tegang, para perwira cadangan tanpa ragu mengkritik keputusan Bar yang mengancam semua penandatangan dengan pemecatan. Mereka menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran hukum dan etika yang menciderai hak para prajurit cadangan untuk menyampaikan pandangan politik mereka.

Menanggapi kritikan tersebut, Mayjen Bar bersikeras masalah utama bukanlah hukuman, melainkan substansi dari surat tersebut. “Mereka yang menandatangani teks yang mengklaim bahwa dimulainya kembali perang bersifat politis dan merugikan prospek pembebasan sandera tidak dapat memenuhi tugas cadangan mereka,” tegas Bar. Ia juga menganggap penandatanganan surat itu selama masa perang sebagai tindakan yang “tidak sah” dan bahkan memprediksi bahwa gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera akan segera tercapai.

Reaksi terhadap ancaman pemecatan ini sangat beragam di kalangan militer. Sebagian personel merasa tertekan dan memilih untuk menarik dukungannya, sementara yang lain tetapSolid dan tidak gentar. “Kami tidak menolak untuk bertugas, namun kami merasa perlu untuk menyuarakan pendapat kami,” ujar salah satu penandatangan yang memilih untuk tetap anonim.

Sejak Maret 2025, setidaknya dua personel cadangan telah dipecat karena menolak berpartisipasi dalam perang Gaza. Kasus-kasus ini semakin memperkuat argumen bahwa tindakan represif terhadap tentara yang menyuarakan ketidaksetujuan dapat berdampak buruk pada moral dan efektivitas Angkatan Udara Israel.

Gelombang protes di tubuh AU Israel ini sejalan dengan pandangan pihak oposisi di Israel yang menilai kebijakan pemerintah saat ini lebih mengedepankan kepentingan politik sempit daripada keamanan nasional yang sesungguhnya. Para penandatangan surat tersebut berpendapat bahwa perang di Gaza tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi rakyat Palestina, tetapi juga mengancam keamanan jangka panjang Israel. Mereka meyakini bahwa dialog dan diplomasi adalah jalan keluar yang lebih baik daripada eskalasi kekerasan yang berkepanjangan.

“Perang yang sedang berlangsung ini tidak akan membawa kedamaian, justru sebaliknya,” pungkas seorang perwira yang turut menandatangani surat protes tersebut, menggambarkan kekhawatiran yang mendalam di kalangan militer Israel terhadap arah kebijakan pemerintah saat ini. (Mun/Yan Kusuma)

TRENDING