Connect with us

DUNIA

Hamas Lawan Status Teroris di Pengadilan Inggris

Aktualitas.id -

Hamas adalah organisasi Islam Palestina dengan sayap militer Izz ad-Din al-Qassam di wilayah Palestina. - Istimewa

AKTUALITAS.ID – Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, mengambil langkah hukum yang signifikan dengan mengajukan gugatan kepada pemerintah Inggris. Gugatan ini bertujuan untuk mencabut penetapan Hamas sebagai organisasi teroris, sebuah keputusan yang diambil Inggris pada tahun 2021 yang mencakup seluruh sayap organisasi, termasuk sayap politiknya.

Langkah hukum ini diajukan oleh tim pengacara Riverway Law atas nama Mousa Abu Marzouk, seorang tokoh senior Hamas yang menjabat sebagai kepala hubungan internasional dan kantor hukum biro politik. Informasi ini dikutip dari Middle East Eye pada Kamis (10/4/2025).

Gugatan setebal 106 halaman ini secara resmi diajukan oleh Direktur Riverway Law, Fahad Ansari, bersama dengan dua pengacara terkemuka lainnya, Daniel Grutters dari One Pump Court Chambers, dan Franck Magennis dari Garden Court Chambers. Gugatan tersebut telah didaftarkan di pengadilan Inggris dan kini menanti respons dari Menteri Dalam Negeri Inggris, Yvette Cooper, yang memiliki waktu 90 hari untuk memberikan tanggapannya.

Tim pengacara Hamas berargumen keputusan pemerintah Inggris tahun 2021 yang menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris secara keseluruhan didasari oleh “tujuan politik yang secara eksplisit dikejar oleh seorang Menteri Luar Negeri yang berkompromi secara politik”. Mereka menekankan Hamas tidak memberikan bayaran kepada tim pengacara maupun para ahli yang memberikan bukti dalam pengajuan gugatan ini, mengingat menerima dana dari kelompok yang ditetapkan sebagai organisasi teroris adalah tindakan ilegal di Inggris.

Lebih lanjut, gugatan ini berpendapat penetapan Hamas sebagai organisasi teroris secara keseluruhan secara signifikan menghalangi upaya organisasi tersebut untuk mencapai solusi politik yang adil dan komprehensif di Palestina. Hamas juga berargumen bahwa penetapan ini secara tidak adil mengkriminalisasi warga Palestina biasa dan membatasi kebebasan berbicara mereka.

Tim pengacara Hamas menekankan pelabelan tersebut justru menghambat dialog konstruktif dan upaya penyelesaian konflik yang lebih luas, yang pada akhirnya merugikan upaya perdamaian di kawasan tersebut. Mereka menarik perbandingan dengan kasus African National Congress (ANC) di Afrika Selatan dan Irish Republican Army (IRA) di Irlandia Utara, yang juga pernah ditetapkan sebagai organisasi teroris sebelum akhirnya memainkan peran penting dalam proses perdamaian di negara masing-masing.

Dalam dokumen gugatannya, Hamas mengakui beberapa tindakan yang dilakukan oleh anggotanya mungkin masuk dalam definisi terorisme menurut Undang-Undang Terorisme Inggris tahun 2000. Namun, mereka berpendapat definisi tersebut juga dapat mencakup kelompok-kelompok lain, termasuk angkatan bersenjata Israel, Ukraina, dan Inggris, yang juga menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan politik mereka.

Hamas menegaskan bahwa tujuan utama mereka adalah pembebasan Palestina dari pendudukan Israel, dan bukan untuk menyerang negara-negara Barat. Mereka berharap gugatan hukum ini dapat membuka ruang dialog yang lebih luas dan mendorong pemerintah Inggris untuk mempertimbangkan kembali penetapan tersebut berdasarkan konteks politik dan sejarah yang lebih komprehensif.

Selain itu, Hamas juga menyoroti dampak negatif dari pelarangan ini terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Mereka berpendapat segala bentuk bantuan dapat dengan mudah dicap sebagai “terorisme” jika dianggap mendukung kelompok yang telah ditetapkan sebagai organisasi teroris.

Daniel Grutters, salah satu pengacara yang terlibat dalam kasus ini, menyatakan, “Ada kebutuhan mendesak untuk percakapan yang jujur, cerdas, dan bernuansa tentang situasi di Palestina. Terlepas dari pendapat Anda tentang Hamas, kebijakan yang berdampak pada penghentian diskusi tidak membantu dan bertindak sebagai rintangan besar untuk mencapai penyelesaian politik jangka panjang.”

Menteri Dalam Negeri Inggris memiliki waktu 90 hari untuk secara resmi menanggapi permohonan Hamas ini. Berdasarkan pasal 4 Undang-Undang Terorisme Inggris, setiap kelompok yang dilarang sebagai organisasi teroris memiliki hak untuk mengajukan banding dengan tujuan menghapus nama mereka dari daftar organisasi terlarang pemerintah. Jika gugatan awal ini ditolak, Hamas masih memiliki opsi untuk mengajukan banding lebih lanjut ke Komisi Banding Organisasi Terlarang. Perkembangan kasus hukum ini tentu akan menjadi perhatian internasional dan berpotensi mempengaruhi dinamika politik di kawasan Timur Tengah. (Mun/Yan Kusuma)

TRENDING