Connect with us

EkBis

63 Ribu Kena PHK Akibat Aturan Rokok Baru, 2 Juta Lainnya Terancam

Published

pada

AKTUALITAS.ID – Kebijakan baru dalam industri rokok yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) menuai kontroversi besar. Hingga kini, aturan tersebut telah menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 63.000 pekerja, dan angka itu diperkirakan dapat melonjak hingga 2,2 juta orang jika kebijakan diterapkan secara penuh.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker, Indah Anggoro Putri, menyebut kebijakan ini tidak hanya berdampak pada sektor tembakau, tetapi juga industri kreatif dan ekonomi lokal. “Sebanyak 89% pekerja di sektor tembakau adalah wanita, banyak di antaranya kepala keluarga dengan tingkat pendidikan rendah,” ujar Indah.

Indah mengingatkan, efek sosial akibat gelombang PHK ini dapat meluas hingga memicu peningkatan kriminalitas dan masalah sosial lainnya. Ia mendesak pemerintah dan DPR untuk aktif melakukan mitigasi dampak kebijakan ini.

“Kami siap berdiskusi dengan Kemenkes untuk memastikan kebijakan ini mempertimbangkan keseimbangan antara aspek kesehatan dan keberlanjutan industri,” tambahnya.

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, turut menyampaikan kritik atas kebijakan ini, khususnya rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Ia menyebut, kebijakan tersebut disusun tanpa transparansi dan pelibatan pelaku industri.

“Jumlah pabrik rokok terus menurun, prevalensi perokok anak juga sudah turun, namun data ini tidak digunakan oleh Kemenkes. Aturan ini akan sulit diawasi di lapangan dan hanya menambah beban aparat,” ujar Henry.

Anggota Komisi IX DPR, Nurhadi, juga mempertanyakan kurangnya pelibatan Kemnaker dalam perumusan Rancangan Permenkes ini. “Ini menunjukkan Kemenkes seperti bekerja sendiri tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap tenaga kerja,” ungkap Nurhadi.

Meski Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, sebelumnya menyatakan bahwa pembahasan aturan ini ditunda, Nurhadi menilai kegaduhan tetap terjadi karena koordinasi internal di Kemenkes kurang baik.

Kemnaker dan pelaku industri tembakau berharap kebijakan ini dapat ditinjau ulang agar tidak hanya mempertimbangkan aspek kesehatan, tetapi juga keberlangsungan hidup jutaan tenaga kerja dan ekosistem ekonomi lokal yang bergantung pada industri rokok. (Damar Ramadhan)

Trending

Exit mobile version