EKBIS
Rupiah Terbang Tinggi! Dolar AS Tumbang Akibat Sinyal The Fed

AKTUALITAS.ID – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan performa impresif dengan dibuka melesat pada perdagangan Jumat pagi (16/5/2025). Penguatan signifikan ini dipicu oleh serangkaian data ekonomi AS yang kurang memuaskan, yang semakin memperkuat ekspektasi pasar akan adanya pemangkasan suku bunga lanjutan oleh The Federal Reserve (The Fed) pada tahun ini.
Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.05 WIB di pasar spot exchange, rupiah tercatat melonjak sebesar 85,5 poin atau 0,52% ke level Rp 16.443 per dolar AS. Performa ini jauh lebih baik dibandingkan penutupan perdagangan Kamis (15/5/2025), di mana rupiah menguat tipis 33 poin (0,2%) dan berakhir di level Rp 16.528,5 per dolar AS.
Sementara itu, indeks dolar terpantau mengalami penurunan sebesar 0,23 poin ke level 100,6. Di sisi lain, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun terlihat mengalami kenaikan sebesar 9 basis poin ke level 4,43%.
Seperti dikutip dari Reuters, pelemahan dolar AS secara global terjadi setelah rilis data ekonomi AS yang mengecewakan. Kondisi ini semakin memperkuat keyakinan pasar The Fed akan mengambil langkah untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut pada tahun ini guna menstimulasi pertumbuhan ekonomi.
Sentimen pasar pada awal pekan ini sempat diwarnai optimisme menyusul kesepakatan dagang sementara antara AS dan China, yang sempat memberikan dorongan bagi penguatan dolar AS. Namun, euforia tersebut tidak bertahan lama dan pergerakan mata uang kembali cenderung stagnan.
Pergerakan signifikan juga terlihat pada pasangan mata uang dolar AS dan won Korea Selatan, yang mengalami penurunan tajam selama dua hari berturut-turut. Penurunan ini dipicu oleh laporan mengenai diskusi antara Washington dan Seoul terkait pasar dolar/won pada awal bulan ini. Terakhir, dolar AS diperdagangkan melemah 0,14% terhadap won ke level 1.394,70.
Kepala Strategi Valas dan Makro di Convera, George Vessey, menyampaikan spekulasi mengenai preferensi Presiden Trump terhadap dolar yang lebih lemah kembali menguat. Hal ini berpotensi mendorong negara lain untuk membiarkan mata uang mereka menguat dalam konteks negosiasi dagang.
Vessey menambahkan pelemahan mata uang Asia terhadap dolar selama ini dianggap menguntungkan bagi para eksportir di kawasan tersebut. Namun, kebijakan AS saat ini tampaknya mengarah pada perubahan pandangan tersebut.
Pelemahan dolar AS juga diperparah oleh data inflasi produsen (PPI) AS untuk bulan April yang secara tak terduga mengalami penurunan. Data ini menyusul rilis data inflasi konsumen (CPI) yang juga menunjukkan pelemahan pada awal pekan ini. Kedua data ini semakin memperkuat keyakinan pasar bahwa The Fed kemungkinan akan melakukan pemangkasan suku bunga setidaknya dua kali pada tahun 2025.
Saat ini, pasar memperkirakan total pemangkasan suku bunga The Fed hingga bulan Desember mencapai sekitar 56 basis poin, meningkat dari perkiraan 49 basis poin pada hari sebelumnya.
Di pasar yang lebih luas, indeks dolar AS terhadap sekeranjang mata uang utama dunia turun tipis 0,1% ke level 100,70. Meskipun demikian, indeks dolar masih mencatatkan kenaikan tipis sebesar 0,3% dalam sepekan terakhir, terutama didorong oleh lonjakan sebesar 1,3% pada hari Senin.
Nilai tukar euro tercatat naik 0,1% menjadi US$ 1,1197, sementara pound sterling bergerak stabil di level US$ 1,3309. Dolar AS juga melemah sebesar 0,26% terhadap yen Jepang ke level 145,30.
Dalam pidato penting pada Kamis kemarin, Ketua The Fed Jerome Powell mengindikasikan para pembuat kebijakan kini akan memberikan perhatian lebih besar pada prospek inflasi dibandingkan dengan kondisi pasar tenaga kerja dalam menentukan arah kebijakan moneter ke depan.
Analis senior di Commonwealth Bank of Australia, Kristina Clifton, menilai pernyataan Powell menunjukkan kehati-hatian The Fed dalam mengambil keputusan pemangkasan suku bunga jika risiko inflasi tetap tinggi. Clifton memperkirakan akan ada tiga kali pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada tahun ini, namun risiko utama yang perlu diwaspadai adalah potensi jumlah pemangkasan yang lebih sedikit jika inflasi kembali meningkat.
Pergerakan mata uang Asia lainnya menunjukkan tren yang beragam. Dolar Australia naik tipis menjadi US$ 0,6406, sementara dolar Selandia Baru turun tipis 0,02% ke level US$ 0,5874 dan berpotensi mencatatkan penurunan lebih dari 0,5% dalam sepekan.
Sementara itu, data terbaru dari Jepang menunjukkan ekonomi negara tersebut mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam setahun pada kuartal I-2025, dengan penurunan yang lebih dalam dari perkiraan. Hal ini menyoroti rapuhnya pemulihan ekonomi Jepang di tengah tekanan dari kebijakan perdagangan AS. (Yan Kusuma/Mun)
-
OASE26/09/2025 05:00 WIB
Etika Bersosial Media Untuk Pasangan Suami Istri
-
JABODETABEK26/09/2025 13:30 WIB
Kombes Iman dan Kombes Edy Isi Jabatan Direktur Reserse Polda Metro
-
FOTO26/09/2025 16:03 WIB
FOTO: Kerjasama Mentrans dan Menperin Kembangkan Industri di Kawasan Transmigrasi
-
NUSANTARA26/09/2025 13:00 WIB
Dugaan Keracunan MBG yang Dialami Siswa SD, Diselidiki Pemkab Banyumas
-
NASIONAL26/09/2025 09:00 WIB
Puluhan Penerjun Bakal Meriahkan HUT ke 80 TNI Bulan Oktober Mendatang
-
POLITIK26/09/2025 14:30 WIB
DPR dan Pemerintah Setujui RUU BUMN, Berlanjut ke Paripurna
-
DUNIA26/09/2025 16:30 WIB
Trump Umumkan Tarif Baru untuk Obat, Truk, dan Furnitur
-
JABODETABEK26/09/2025 05:30 WIB
Jakarta Diperkirakan Cerah Berawan