Connect with us

NASIONAL

Mengungkap Rivalitas Elite Militer dalam Peristiwa Malari: Pelajaran untuk Generasi Mahasiswa

Aktualitas.id -

Ribuan mahasiswa memadati salah satu ruas jalan saat menggelar aksi Malapetaka Limabelas Januari (Malari) di Jakarta Pusat, 15 Januari 1974. (Foto: ANTARA IPPHOS/asf/Koz/1974)

AKTUALITAS.ID – Peristiwa Malari yang terjadi pada 15 Januari 1974 tetap relevan dan menjadi inspirasi bagi gerakan mahasiswa hingga kini, terutama dalam melawan rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto.

Gerakan mahasiswa saat itu, yang dikenal sebagai Malari, tidak hanya melahirkan tokoh legendaris seperti Hariman Siregar, tetapi juga memperlihatkan dinamika kompleks dari rivalitas elite militer yang berperan dalam sejarah politik Indonesia.

Hariman Siregar, figura unik dalam konteks tersebut, dikenal sebagai seorang kritikus independen yang mampu menjaga jarak dari kekuasaan. Meski memiliki relasi keluarga dengan elite politik masa kini, terutama Prabowo Subianto, Hariman menolak untuk tergabung dalam arus kekuasaan.

Hubungan keduanya, yang berakar dari komunitas PSI (Partai Sosialis Indonesia), menunjukkan bagaimana latar belakang kekerabatan dapat mempengaruhi akses ke kekuasaan di Indonesia.

Namun, jauh di balik gerakan mahasiswa, terdapat dimensi yang lebih dalam terkait Peristiwa Malari. Beberapa analis berpendapat bahwa gerakan tersebut tidak semata-mata merupakan gerakan mahasiswa, melainkan juga hasil dari konflik internal elite militer, khususnya antara Mayjen Ali Murtopo dan Jenderal Soemitro.

Wacana yang memfokuskan pada konflik elite militer ini sebenarnya merupakan upaya rezim Orde Baru untuk menutupi potensi inspirasi yang dapat diambil dari gerakan mahasiswa, agar tidak memicu gelombang perlawanan selanjutnya.

Seiring dengan perkembangan waktu, Peristiwa Malari menggambarkan bagaimana konflik internal militer seringkali mendominasi narasi sejarah. Ketika ketegangan antara militer dan kelompok sipil berlangsung, publik sering kali melupakan latar belakang ideologis yang melibatkan mahasiswa.

Keterlibatan tokoh-tokoh militer seperti Benny Moerdani dalam situasi ini menggarisbawahi bahwa perubahan sosial besar sering kali dipengaruhi oleh pertarungan kekuasaan di dalam angkatan bersenjata itu sendiri.

Tantangan bagi generasi mahasiswa saat ini adalah bagaimana menyusun kembali narasi sejarah, memastikan bahwa mereka tetap menjadi suara untuk keadilan dan perubahan, serta membangun kapasitas pendidikan yang memadai untuk memperjuangkan aspirasi mereka.

Pendidikan yang tinggi menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan akses mereka ke dalam kekuasaan, terutama dalam konteks politik Indonesia yang penuh dengan dinamika dan rivalitas.

Peristiwa Malari menjadi pelajaran penting, bukan hanya bagi aktivis masa kini, tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia. Hal ini mengingatkan kita bahwa dalam meraih perubahan, solidaritas antara generasi dan pemahaman sejarah sangatlah krusial untuk menuju arah yang lebih baik.

Dengan demikian, melawan kekuatan yang tidak adil akan selalu menjadi perjuangan yang berkelanjutan, dan generasi mahasiswa adalah ujung tombak dalam mendorong perubahan tersebut. (Enal Kaisar)

Continue Reading

TRENDING

Exit mobile version