NASIONAL
TKA Ilegal Bebas Berkeliaran, Pakar Desak Pemerintah Terapkan Sanksi Pidana

AKTUALITAS.ID – Isu tenaga kerja asing (TKA) ilegal kembali mencuat ke permukaan menyusul terungkapnya berbagai kasus suap dan pelanggaran hukum yang melibatkan pekerja asing di Indonesia. Pengusutan kasus suap TKA oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan aparat ketenagakerjaan seharusnya berfungsi sebagai garda terdepan dalam menegakkan aturan, namun kenyataannya justru disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri.
Dalam sebuah diskusi bertajuk “Tenaga Kerja Asing Ilegal” di Kebayoran, Jakarta Selatan, Senin (27/5/2025), Direktur Masyarakat Hukum Indonesia (MHI), Wakil Kamal, menegaskan sanksi yang diberlakukan selama ini terhadap TKA ilegal masih terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera. Ia menyatakan, “Kalau terjadi kongkalikong dan suap, maka penegakan hukum terhadap para TKA tidak akan maksimal. Mereka bisa membayar suap dan bekerja dengan bebas tanpa setor pajak, yang merugikan keuangan negara.”
Salah satu kasus yang mengemuka adalah laporan masyarakat mengenai TCL, warga negara Singapura, yang diduga bekerja tanpa izin di Indonesia sejak 2018. TCL diketahui bekerja di tiga perusahaan besar, termasuk satu perusahaan berstatus Penanaman Modal Asing (PMA), bahkan menjabat sebagai salah satu direksi. Wakil Kamal menambahkan pengawasan terhadap keberadaan dan aktivitas TKA semakin lemah, sehingga potensi kerugian negara semakin besar. Pajak dan insentif yang seharusnya masuk ke kas negara pun tidak maksimal, karena pelanggaran izin ini tidak ditindak secara tegas.
Ia menegaskan, “Kalau pun TKA yang melanggar diberikan sanksi, biasanya hanya sanksi administratif. Padahal, mereka seharusnya bisa dikenai tuntutan pidana maksimal agar ada efek jera dan menimbulkan rasa takut untuk melanggar aturan.”
Di sisi lain, Ketua KSPSI, Jumhur Hidayat, menyampaikan sejak 2016 regulasi mengenai tenaga kerja asing di Indonesia semakin longgar. Aturan yang sebelumnya mewajibkan TKA harus menguasai bahasa Indonesia dan memenuhi syarat ketat lainnya, kini sudah tidak berlaku lagi. Ia menegaskan, “Proses penempatan tenaga kerja asing harus ditinjau ulang agar warga negara Indonesia tetap mendapat prioritas dalam menyandang pekerjaan.”
Selain itu, anggota Komisi IX DPR RI, Zainulinasichin, menyoroti perlunya pemerintah bertindak lebih tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan TKA ilegal. Ia mencontohkan kasus TCL, yang bekerja di dua perusahaan tetapi hanya melaporkan satu. Meskipun sudah dikenai sanksi administratif berupa denda, menurutnya, pelanggaran pidana yang dilakukan harus direspons dengan sanksi pidana agar memberikan efek jera dan memperkuat citra Indonesia di mata warga asing.
Harapan dari berbagai kalangan, pemerintah diharapkan meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap TKA ilegal secara lebih tegas dan konsisten. Langkah ini penting demi melindungi keuangan negara, menjaga kedaulatan tenaga kerja, dan memastikan proses penempatan tenaga kerja asing berjalan sesuai aturan serta memberi prioritas kepada warga lokal.
Indonesia membutuhkan regulasi dan penegakan hukum yang tegas agar tidak hanya menjadi pelindung warga negaranya sendiri, tetapi juga menunjukkan negara ini serius dalam menjaga kedaulatan dan keadilan di bidang ketenagakerjaan. (Ari Wibowo/Mun)
-
OTOTEK02/06/2025 12:30 WIB
Gampang Banget! Begini Cara Rekam Panggilan WhatsApp di Android dan iPhone
-
EKBIS02/06/2025 09:15 WIB
Cabai Rawit Tembus Rp55 Ribu, Harga Pangan Hari Ini Naik-Turun
-
OASE02/06/2025 05:00 WIB
Romansa Langit: Pelajaran Cinta dari Rumah Tangga Rasulullah dan Aisyah
-
JABODETABEK02/06/2025 05:30 WIB
Jakarta dan Sekitarnya Bersiap! BMKG Prediksi Hujan Ringan Guyur Jabodetabek 2 Juni 2025
-
NASIONAL02/06/2025 07:00 WIB
Fadli Zon: Proyek Sejarah Baru Tak Fokus pada Luka HAM
-
EKBIS02/06/2025 08:30 WIB
Kabar Gembira! Harga BBM di Seluruh SPBU Turun Mulai 2 Juni 2025
-
NASIONAL02/06/2025 06:00 WIB
Seskab Ajak Warganet “Berburu” Nilai Pancasila di Pasar Tradisional
-
POLITIK02/06/2025 09:00 WIB
PDIP Tegaskan: Penunjukan Sekjen dan Pengurus Adalah Hak Prerogatif Mutlak Megawati