Connect with us

NASIONAL

Puadi Bawaslu Ungkap Peran Bawaslu di Tengah Kepentingan Politik Lewat Buku Barunya

Aktualitas.id -

- Anggota Bawaslu RI, Puadi (kanan), memberikan buku barunya kepada Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja (kiri), di Jakarta, Sabtu (30/8/2025), Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Puadi, meluncurkan buku terbarunya yang berjudul “Dinamika Pengawasan Pemilu: Peran Bawaslu dan Interaksi Kepentingan” di Auditorium Gedung Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, Sabtu (30/8/2025). Peluncuran ini menjadi sorotan karena menyoroti dinamika kompleks dalam pengawasan pemilu.

Acara bedah buku tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifudin, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagia, Mantan Ketua Bawaslu RI Prof Muhammad, serta Dekan Fisip Universitas Sam Ratulangi Ferry Daud Liando.

Dalam sambutannya, Puadi menyatakan buku ini mengupas tuntas bagaimana pemilu di Indonesia menjadi arena perebutan kekuasaan yang penuh dengan kepentingan politik praktis. Ia menekankan peran sentral Bawaslu sebagai penentu arah demokrasi. “Pemilu adalah arena perebutan kekuasaan politik yang syarat dengan kepentingan. Di sini hadir satu peran pengawasan Bawaslu untuk menjadi penentu arah demokrasi,” kata Puadi.

Puadi, yang juga menjabat sebagai Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran serta Data dan Informasi Bawaslu, menulis buku ini dari perspektif seorang praktisi. Menurutnya, Bawaslu tidak hanya bertugas menemukan pelanggaran dan menyelesaikan sengketa, tetapi juga memastikan kompetisi politik berjalan secara adil, transparan, dan berintegritas.

Ia menjelaskan bahwa pengawasan pemilu tidak terjadi dalam ruang hampa. Ada interaksi kompleks antara berbagai pihak, seperti KPU dengan kewenangan teknisnya, partai politik dengan orientasi kemenangan, kandidat dengan modal politik, pemerintah dengan birokrasi dan ASN, hingga masyarakat sipil dan media sebagai agen kontrol publik. Puadi menyebut bahwa Bawaslu berada di persimpangan jalan, berperan sebagai wasit, pengawas, sekaligus mediator di tengah interaksi kepentingan tersebut.

Lebih lanjut, Puadi juga memaparkan tantangan yang dihadapi Bawaslu, seperti kesulitan akses data dari KPU dan pemerintah daerah, keterbatasan alat bukti dalam penindakan politik uang, serta resistensi birokrasi saat pengawasan netralitas ASN.

Menurut Puadi, kebaruan atau novelty dari bukunya terletak pada dua hal. Pertama, pengawasan dipahami bukan hanya sebagai fungsi normatif, melainkan sebagai kapasitas kelembagaan yang harus bernegosiasi dan berkolaborasi dengan kepentingan aktor politik. Kedua, interaksi kepentingan tidak dilihat sebagai hambatan, melainkan sebagai realitas yang ada dalam sebuah demokrasi.

“Semoga buku ini tidak hanya menjadi catatan akademis, tetapi juga menunjukkan praktik bagi kita semua dalam memperkuat demokrasi yang terintegritas,” pungkas Puadi. (Mun)

TRENDING

Exit mobile version