Connect with us

POLITIK

DPR Nilai Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Timbulkan Turbulensi Konstitusi

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2025 yang memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal dikritik tajam oleh Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda. Menurutnya, putusan tersebut berpotensi menimbulkan “turbulensi konstitusi”.

“Kenapa turbulensi konstitusi? Karena dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang pertimbangan hukum dan amar putusannya berpotensi mengangkangi sejumlah prinsip dan norma dalam konstitusi itu sendiri,” ujar Rifqinizamy melalui keterangannya pada Jumat (11/7/2025).

Rifqinizamy menjelaskan beberapa poin yang menyebabkan kekhawatiran ini. Pertama, Pasal 22 E ayat 1 UUD 1945 secara jelas menyatakan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun. Sementara Pasal 22 E Ayat 2 mengatur pemilu diselenggarakan untuk memilih presiden, wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD RI, dan anggota DPRD.

Namun, amar putusan MK Nomor 135/PUU/2024, menurut Rifqinizamy, menghadirkan dua model pemilu, yaitu pemilu nasional dan pemilu lokal, dengan jeda waktu antara 2 hingga 2,5 tahun. Ini berarti, jika pemilu nasional dilaksanakan pada 2029, maka pada 2031 Indonesia akan menggelar pemilihan lokal untuk gubernur, bupati, walikota, serta anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota.

“Artinya, pelaksanaan pemilu sudah tidak lima tahun lagi dan bertentangan dengan Pasal 22 E ayat 1 jelas menyebutkan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun,” tegas politisi Fraksi Partai NasDem ini.

Rifqinizamy menilai permasalahan ini bukan sekadar persoalan teknis kepemiluan, melainkan menyangkut prinsip tata negara. Ia khawatir MK telah membentuk norma undang-undang dasar (UUD) sendiri, padahal yang berhak membentuk dan menetapkan UUD hanyalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Ia juga mengakui sengaja meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak berkomentar terlebih dahulu terkait putusan ini. Hal ini penting karena KPU berperan sebagai pelaksana dari apa yang telah diputuskan oleh DPR bersama Pemerintah, sehingga diperlukan kehati-hatian agar tidak terjadi kekacauan dalam penafsiran norma konstitusi.

“Agar kita tidak confused karena ini pada level tataran prinsip konstitusi norma konstitusinya. Belum kita pada pelaksanaan dari sebuah norma. Ini problem yang pertama,” pungkasnya, menandakan adanya kekhawatiran serius di kalangan legislatif. (Ari Wibowo/Mun)

TRENDING