Connect with us

NASIONAL

MAKI Desak KPK Segera Tetapkan Tersangka Korupsi Kuota Haji Kemenag Sebelum Akhir Tahun

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Tekanan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) kian menguat. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak lembaga antirasuah tersebut untuk tidak menunda penetapan tersangka, mengingat bukti-bukti krusial telah diserahkan.

Desakan ini mencuat dalam proses gugatan praperadilan yang dilayangkan MAKI bersama Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARRUKI) dan Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menegaskan bahwa pihaknya telah menyerahkan bukti indikasi aliran suap hingga foto-foto keluarga pejabat yang diduga menikmati fasilitas negara secara tidak sah.

“Mudah-mudahan nanti dalam putusan setidaknya ada warna, bahwa KPK memang harus segera menetapkan tersangka,” ujar Boyamin usai sidang agenda kesimpulan di PN Jaksel, Jumat (5/12/2025).

Sidang putusan praperadilan dijadwalkan digelar pada Selasa, 9 Desember 2025. Boyamin memberikan ultimatum: jika hingga putusan dibacakan atau sebelum pergantian tahun belum ada tersangka yang ditetapkan, ia siap melayangkan gugatan kembali tahun depan.

Terlebih, mulai 1 Januari 2026, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru akan berlaku, di mana penunggakan perkara secara eksplisit masuk dalam objek praperadilan.

“Ya kalau enggak berani yang paling atas (Menteri), ya level eselon 1 atau eselon 2, ya enggak apa-apa lah. Seminimalnya sudah ada nama,” tegas Boyamin.

Dalam kesempatan tersebut, Boyamin juga membedah modus operandi yang diduga digunakan para pelaku untuk memuluskan korupsi kuota haji. Fokus utamanya adalah perubahan komposisi kuota haji reguler dan khusus.

Sesuai aturan induk, seharusnya pembagian kuota adalah 92% haji reguler dan 8% haji khusus. Namun, terjadi pengubahan drastis menjadi masing-masing 50%.

Manipulasi hukum diduga terjadi pada instrumen yang digunakan. Pengubahan tersebut hanya dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Menteri, bukan Peraturan Menteri.

“Dia (pejabat terkait) tahu sendiri undang-undangnya jelas. Itu (SK) pun hanya untuk mengatur teknis seperti Jawa Barat dapat berapa. Induknya tetap harus 92 persen reguler. Penggunaan SK diduga untuk menghindari kewajiban penayangan dalam lembaran negara sehingga tidak terendus publik,” beber Boyamin.

MAKI juga memperingatkan KPK agar tidak hanya menjerat para pelaku dengan pasal suap. Boyamin meyakini unsur kerugian negara (Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor) sudah terpenuhi secara nyata.

“KPK sejatinya tinggal menghitung selisih berapa harusnya yang didapatkan oleh negara dan keuntungan bagi swasta,” jelasnya.

Ia menambahkan, untuk menghitung kerugian negara dalam kasus ini, KPK tidak perlu menunggu audit dari BPK atau BPKP yang memakan waktu lama. “Cukup audit internal di KPK,” pungkas Boyamin. (Bowo/Mun)

TRENDING