Connect with us

POLITIK

Dede Yusuf: Biaya Pilkada Tinggi Picu Gelombang Korupsi Kepala Daerah

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Komisi II DPR RI menilai revisi Undang-Undang (UU) Pemilu dan Pilkada menjadi langkah krusial untuk mengakhiri siklus korupsi kepala daerah yang terus berulang. Perombakan regulasi dinilai mendesak untuk memutus politik biaya tinggi, yang selama ini menjadi akar persoalan maraknya kasus korupsi di tingkat daerah.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menegaskan bahwa mahalnya biaya kontestasi politik membuat banyak calon kepala daerah terjebak dalam logika return of investment atau pengembalian modal setelah terpilih. Kondisi tersebut, menurutnya, kerap berujung pada pengorbanan integritas dan penyalahgunaan kekuasaan.

“Kami melihat di Komisi II, sumber dari masalah banyaknya kepala daerah yang terlibat korupsi itu memang karena biaya Pilkada yang cukup tinggi dan mahal,” ujar Dede saat dikonfirmasi, Senin (22/12/2025).

Dede menjelaskan, tekanan finansial selama masa kampanye mendorong sebagian kepala daerah mengambil jalan pintas, mulai dari suap hingga penyalahgunaan kewenangan, demi menutup utang politik. Praktik vote buying atau pembelian suara yang masih mengakar di masyarakat juga membuat kompetisi Pilkada menjadi tidak sehat.

Menurut legislator Partai Demokrat tersebut, bahkan kandidat dengan tingkat popularitas tinggi dapat tumbang jika tidak ditopang oleh kekuatan finansial besar.

“Biaya politik yang mahal memaksa calon kepala daerah mengeluarkan dana besar untuk memenangkan kontestasi. Kondisi seperti itu membuat banyak yang menang karena biaya yang tinggi, bukan semata karena kapasitas,” jelasnya.

Situasi ini, lanjut Dede, menciptakan dorongan sistemik bagi pejabat terpilih untuk mencari keuntungan finansial setelah menjabat.

“Tentunya ini berdampak pada keinginan untuk mengembalikan return of investment,” tambahnya.

Urgensi revisi UU Pemilu dan Pilkada juga tercermin dari data penegakan hukum pasca-Pilkada serentak 27 November 2024. Dalam waktu relatif singkat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan sedikitnya lima kepala daerah dan satu wakil wali kota sebagai tersangka kasus korupsi.

Nama-nama tersebut antara lain Bupati Kolaka Timur Abdul Azis, Gubernur Riau Abdul Wahid, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya, Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang, serta Wakil Wali Kota Bandung Erwin Affandi.

Menanggapi fenomena tersebut, Komisi II DPR RI berkomitmen mendorong penguatan mekanisme pengawasan dalam revisi UU Pemilu mendatang. Fokus utama diarahkan pada pembentukan instrumen hukum yang efektif untuk menekan praktik politik uang dan menurunkan biaya politik ke tingkat yang lebih rasional.

“Mekanisme-mekanisme inilah yang perlu kita pikirkan ke depan, agar dalam Pilkada praktik money politics atau vote buying tidak lagi tinggi,” pungkas Dede. (Bowo/Mun)

TRENDING