Sebelum menjabat sebagai Amirul Mukminin, Abu Bakar adalah seorang pedagang dan tinggal di daerah Sunuh yaitu sebuah daerah di pinggiran kota Madinah yang pada masa Rasulullah terkenal sebagai kawasan tempat tinggal Bani Haris ibn Khazraj. Sampai enam bulan setelah diangkat menjadi Amirul Mukminin, Abu Bakar masih tinggal di Sunuh sehingga saban pagi dia harus berjalan kaki atau terkadang naik kuda ke Madinah.
Dikutip dari buku Cahaya Abadi Muhammad SAW Kebanggaan Umat Manusia karya Muhammad Fethullah Gulen disebutkan Abu Bakar lalu seharian berada di Madinah dan memimpin shalat umat Islam. Biasanya Abu Bakar kembali ke Sunuh selepas sholat isya. Jika pada saat sholat isya Abu Bakar masih di Madinah, maka dialah yang menjadi imam di Masjid Nabawi, tapi jika dia sudah pulang, maka yang menjadi imam adalah Umar bin Khaththab.
Sebelum diangkat menjadi khalifah, setiap hari Abu Bakar selalu berdagang di pasar. Selain berdagang, Abu Bakar juga memiliki beberapa ekor domba yang terkadang dia gembalakan sendiri dan terkadang digembalakan oleh orang lain. Sembari menggembala, biasanya Abu Bakar memerah susu domba milik orang-orang dusun.
Bahkan setelah diangkat menjadi khalifah, Abu Bakar tetap meneruskan kebiasaannya itu sehingga membuat seorang wanita pemilik domba berkata padanya, “Sekarang sebaiknya engkau jangan lagi memerah susu domba-domba kami,”.
Namun Abu Bakar menolak. Abu Bakar berjanji akan tetap memerahkan susu untuk orang-orang dusun. Ia berharap pengangkatannya sebagai khalifah tak mengubah kebiasaan dan perangainya. Abu Bakar pun terus memerah susu bagi orang-orang dusun selama enam bulan setelah menjadi khalifah.
Enam bulan setelah dibaiat menjadi Amirul mukminin, Abu Bakar berpindah tempat ke Madinah. Abu Bakar pun memutuskan untuk berhenti bedagang dan berkonsentrasi mengurus rakyat. Abu Bakar terpaksa berhenti bedagang dan mengambil nafkah untuk keluarganya dari Baitul Mal sekedar cukup untuk makan sehari serta untuk membiayai perjalanan haji dan umrah ke Mekah.
Pada saat itu, Abu Bakar mendapatkan jatah dari Baitul Mal sebanyak enam ribu dirham pertahun. Tapi menjelang wafatnya, Abu Bakar meminta keluarganya mengembalikan semua harta yang pernah diterimanya. Menjelang wafatnya Abu Bakar menyerahkan semua uang yang pernah diterimanya dari Baitul Mal kepada Umar bin Khaththab beserta sebuah penggilingan gandum, seorang budak, sebuah alat gosok, dan sehelai beludru yang semuanya bernilai tak lebih lima dirham.