Pukat UGM: SP3 Kasus BLBI Merupakan Konsekuensi Revisi UU KPK


kpk, korupsi,
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). AKTUALITAS.ID / Kiki Budi Hartawan.

AKTUALITAS.ID – Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menyebut penghentian pengusutan dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tak mengagetkan. Bahkan, hal serupa diperkirakan masih akan terjadi untuk kasus-kasus penting di masa mendatang.

Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman mengatakan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus BLBI merupakan konsekuensi dari revisi Undang-Undang KPK.

“SP3 ini seperti sudah direncanakan di dalam revisi Undang-Undang KPK. Bahwa kelak akan ada SP3 untuk perkara penting,” kata Zaenur kepada wartawan, Jumat (2/4/2021).

Penerbitan SP3 atas perkara yang telah menahun itu sendiri sesuai dengan Pasal 40 UU KPK.

“Itu menurut saya menjadi kemunduran yang sangat disesalkan,” sambung dia.

Zaenur berujar pasal tersebut membuat lembaga antirasuah tersebut kehilangan unsur pembeda. Malah menyerupai kepolisian dan kejaksaan yang memiliki kewenangan penerbitan SP3.

Di satu sisi, Zaenur menilai pengaturan penghentian kasus korupsi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK cukup problematik.

“Kenapa? Yang paling jelas, pertama adalah SP3 itu bisa dikeluarkan KPK dalam hal penyidikan dan penuntutannya itu tidak selesai dalam waktu dua tahun,” terangnya.

Sementara, di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menurut Zaenur, tak disebutkan soal jangka apalagi dua tahun. Durasi yang sangat mustahil untuk kasus-kasus kakap nan berliku.

“Contohnya kasus-kasus yang bersifat transnasional, kasus yang alat buktinya, pihaknya, harta hasil kejahatannya itu berada di luar negeri ya. Itu mustahil bisa diselesaikan dalam jangka waktu dua tahun,” paparnya.

Oleh karenanya, Ia berpandangan, pengaturan tersebut memang dirancang untuk ‘membonsai’ KPK.

“Menurut saya itu sudah satu niat dari pembentuk Undang-Undang pemerintah dan DPR bahwa memang revisi Undang-Undang KPK itu ditujukan nanti untuk memberikan SP3 nanti kepada pihak-pihak tertentu,” pungkasnya.

KPK sebelumnya mengumumkan penghentian pengusutan kasus tindak pidana BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim (ISN).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menerangkan, keputusan yang dituangkan dalam SP3 itu sesuai Pasal 40 UU KPK.

“Penghentian penyidikan terkait kasus TPK yang dilakukan oleh Tersangka SN selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia, dan ISN, bersama-sama dengan SAT selaku ketua BPPN,” kata Alex dalam konferensi pers, Kamis (1/4).

Penghentian kasus korupsi diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Pasal 40 UU a quo menyatakan, KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.

Penghentian pengusutan dugaan korupsi BLBI ini juga mendapat sorotan dari Mantan Pimpinan KPK Busyro Muqoddas. Seraya menyindir dengan mengucapkan selamat, dia menyinggung SP3 kasus BLBI adalah buah dari kebijakan Presiden Joko Widodo meloloskan revisi UU KPK.

“Ucapan sukses besar bagi pemerintah Jokowi yang mengusulkan revisi UU KPK yang disetujui DPR juga parpol-parpol yang bersangkutan. Itulah penerapan kewenangan menerbitkan SP3 oleh KPK Wajah Baru,” tutur Busyro disertai emoticon tersenyum, jempol dan semangat, Kamis (1/4) malam.

“Namun harus saya nyatakan dengan tegas lugas bahwa itu bukti nyata tumpul dan tandusnya rasa keadilan rakyat yang dirobek-robek atas nama Undang-undang KPK hasil revisi usulan presiden,” tukas dia lagi.

Padahal, Busyro mengingat, skandal mega korupsi BLBI sebelumnya sudah diurai oleh KPK era lama. Tapi kini semua proses penegakan hukum itu pun terpaksa harus kandas. Dia merasa sedang menyaksikan akrobat politik dalam penegakan hukum.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>