Berita
Sejak Kuasai Afghanistan, Taliban Klaim Raih Pendapatan Rp3,8 Triliun
.
Pemerintah interim Afghanistan, Taliban, mengklaim telah mengumpulkan pendapatan lebih dari $270 juta atau setara Rp3,8 triliun sejak mengambil alih kekuasaan pada pertengahan Agustus lalu.
Juru Bicara Kementerian Keuangan versi Taliban, Ahmad Wali Haqmal mengatakan, pendapatan itu dikumpulkan dari hari ke hari. Mengutip Anadolu Agency, ia mengidentifikasi bea cukai dan pajak lain sebagai sumber pendapatan utama, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Baru-baru ini, Taliban mengatakan akan membayar gaji semua pegawai negeri sipil, yang belum dibayar selama tiga bulan terakhir.
“Kementerian keuangan mengatakan, mulai hari ini, tiga bulan terakhir gaji semua pegawai dan staf pemerintah akan dibayar seluruhnya,” ujar Juru Bicara Taliban, Zabihullah Mujadi di Twitter, Sabtu (20/11).
Gaji pensiunan yang tertunda, kata Wali, akan dibayar kepada seluruh pensiunan di Afghanistan.
Menurut Taliban, lebih dari 60 ribu iuran pensiunan belum dibayar pemerintah sebelumnya selama setahun.
Sebelumnya, pejabat Taliban melakukan pertemuan dengan utusan khusus Jerman dan Belanda. Delegasi kelompok itu kemudian menyebut kedua negara bersedia menjajaki pembayaran pekerja sektor kesehatan dan pendidikan secara langsung melalui organisasi internasional.
Namun, sejauh ini masih belum jelas apakah pembayaran gaji terkait dengan pertemuan tersebut.
Afghanistan sedang mengalami krisis ekonomi yang dahsyat. Beberapa warga menjual aset yang dimiliki bahkan mengemis roti untuk bertahan hidup.
Dua hari usai Taliban menguasai Kabul, pemerintah Amerika Serikat membekukan aset bank sentral Afghanistan senilai sekitar US$9,5 miliar atau setara Rp135 triliun.
Tak hanya AS, banyak donor dan organisasi internasional termasuk Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) berhenti memberikan bantuan kepada Afghanistan.
Situasi ekonomi yang kian mencekik membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan sekitar 22,8 juta orang menghadapi krisis pangan akut. Angka ini meliputi hampir setengah populasi penduduk Afghanistan.
Human Rights Watch mendesak PBB dan lembaga internasional menyesuaikan pembatasan dan sanksi untuk memengaruhi ekonomi Afghanistan dan sektor perbankan.
Menurut media lokal, Hasht-e-Subh, pemerintah sebelumnya menghasilkan rata-rata sekitar US$235 juta dalam sebulan. Angka ini terbilang stabil, bahkan selama bisnis sedang merosot saat pandemi Covid-19.
-
Olahraga24 jam lalu
Ruud van Nistelrooy Tinggalkan MU, Era Baru Ruben Amorim Dimulai
-
Jabodetabek2 jam lalu
Rabu, Layanan SIM Keliling Polda Metro Jaya di Lima Lokasi Jakarta
-
Nasional9 jam lalu
Kapolri Tunjuk Komjen Ahmad Dofiri Sebagai Wakapolri Gantikan Agus Andrianto
-
OtoTek22 jam lalu
Samsung Siap Luncurkan Empat Model Galaxy S25 pada 2025
-
EkBis36 menit lalu
APBN Salurkan Rp463,1 Triliun untuk Pendidikan, Menkeu Sri Mulyani: Demi Indonesia Maju
-
Nusantara8 jam lalu
Ternate Diguncang Gempa Magnitudo 5,5
-
Nusantara20 jam lalu
Relawan Kei: Pilih Pemimpin Papua untuk Tanah Papua, Kenapa Harus yang Lain?
-
Olahraga19 jam lalu
Ginting Absen di China Masters 2024 Akibat Cedera Pinggang