Connect with us

EkBis

Potensi Kerugian Rp 308 Triliun: Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek Picu Kontroversi

Published

on

AKTUALITAS.ID – Rancangan peraturan terkait kemasan rokok polos tanpa merek, yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), kembali menjadi sorotan publik. Berbagai pihak menyatakan keberatan atas kebijakan ini, yang dinilai dapat berdampak signifikan terhadap perekonomian.

Menurut riset dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), aturan ini berpotensi mengurangi dampak ekonomi hingga Rp 308 triliun. Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad, menjelaskan bahwa penerapan regulasi ini dapat berimbas pada banyak sektor, mulai dari industri tembakau, kemasan kertas, hingga periklanan.

“Ini bukan hanya berdampak pada industri rokok, tapi juga sektor pendukung lainnya,” ujar Tauhid.

Dalam skenario kebijakan yang diuji INDEF, termasuk penerapan kemasan rokok polos tanpa merek, larangan penjualan di radius tertentu, serta pembatasan iklan, potensi dampak ekonomi yang hilang mencapai 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan penurunan penerimaan pajak sebesar Rp160,6 triliun.

Kemenperin turut menyuarakan keberatannya. Nugraha Prasetya Yogie, perwakilan Kementerian Perindustrian, menegaskan bahwa Kemenperin tidak dilibatkan dalam perumusan aturan ini, meskipun industri tembakau berada di bawah pengawasan kementerian tersebut. Menurutnya, penerapan aturan ini dapat mengancam keberlangsungan sektor tembakau dan berbagai lapangan kerja terkait.

Henry Najoan, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), juga menyampaikan bahwa pihaknya tidak mendapat kesempatan berdialog dengan Kementerian Kesehatan, yang dianggapnya tidak transparan dalam penyusunan aturan ini.

Benny Wachjudi dari Gabungan Perusahaan Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) menambahkan bahwa mandat penyusunan kemasan polos tanpa merek tidak tercantum dalam UU Kesehatan dan PP 28/2024, namun tetap dipaksakan untuk diberlakukan.

Aturan ini pun dinilai sebagai ancaman serius bagi perekonomian, yang berpotensi merusak target pertumbuhan ekonomi dan memperberat beban fiskal pemerintah. Diharapkan kebijakan ini segera dievaluasi dengan melibatkan semua pemangku kepentingan agar dapat menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. (Damar Ramadhan)

OASE

INFOGRAFIS

WARGANET

Trending