Connect with us

JABODETABEK

BMKG Peringatkan Potensi Banjir dan Longsor Bergelombang pada Musim Hujan

Aktualitas.id -

Ilustrasi - Logo BMKG

AKTUALITAS.ID – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap potensi banjir dan longsor pada musim hujan 2025/2026. Ancaman bencana hidrometeorologi tersebut diperkirakan terjadi bergelombang karena puncak hujan di setiap wilayah berlangsung pada waktu berbeda.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (12/9/2025), menjelaskan bahwa wilayah Sumatera dan Kalimantan akan mengalami puncak hujan pada November–Desember 2025. Sementara Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua diprediksi mengalaminya pada Januari–Februari 2026.

“Potensi banjir dan longsor tidak akan terjadi serempak, melainkan bergelombang mengikuti periode puncak hujan di masing-masing daerah,” kata Dwikorita.

Meski rata-rata curah hujan diprediksi normal, ia menekankan bahwa potensi cuaca ekstrem tetap ada. Sebagai contoh, banjir dan longsor di Bali baru-baru ini terjadi akibat curah hujan setara satu bulan penuh yang turun hanya dalam sehari dengan intensitas mencapai 380 milimeter.

Secara umum, musim hujan diperkirakan berlangsung sejak Agustus 2025 hingga April 2026. Namun, sejumlah wilayah, khususnya di Pulau Jawa bagian barat, diperkirakan akan menerima curah hujan di atas normal atau lebih basah dari biasanya.

Untuk mengantisipasi, BMKG mendorong kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah hingga tingkat desa meningkatkan kesiapsiagaan. Langkah yang perlu dilakukan antara lain pembersihan saluran air, penyiapan jalur evakuasi, serta edukasi bagi masyarakat di kawasan rawan bencana.

BMKG juga memberikan rekomendasi khusus: sektor pertanian disarankan menyesuaikan pola tanam agar tidak bertepatan dengan puncak musim hujan, sektor energi diimbau mengoptimalkan pengelolaan waduk sejak awal musim, sedangkan sektor kesehatan diminta waspada terhadap potensi peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Desember 2025–Januari 2026 akibat kelembaban udara tinggi.

“Yang terpenting adalah bagaimana masyarakat bisa terlibat aktif, sehingga dampak yang ditimbulkan dapat diminimalisir sekecil mungkin,” tegas Dwikorita. (ARI WIBOWO/DIN) 

TRENDING