Connect with us

NASIONAL

Wakil Ketua MPR Dorong Percepatan Transisi Energi dan Ekonomi Karbon

Aktualitas.id -

Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno, Dok: aktualitas.id - Munzir

AKTUALITAS.ID – Indonesia saat ini tidak hanya menghadapi perubahan iklim, melainkan telah memasuki fase krisis iklim. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno, dalam acara Indonesia Net Zero Summit 2025 yang diselenggarakan Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) pada Minggu (27/7/2025). Eddy menekankan urgensi pembangunan kesadaran kolektif untuk menghadapi ancaman ini.

“Sebagai contoh, data kualitas udara Jakarta dalam tiga tahun terakhir menunjukkan kita berada di posisi 1, 2, dan 3 sebagai kota dengan polusi terburuk di dunia. Begitu juga data menunjukkan salju abadi di Cartenz, Papua, kini tersisa hanya 5% dibandingkan 50 tahun lalu. Ini indikasi berbahaya yang tidak bisa kita abaikan,” ungkap Eddy, menyoroti dampak nyata krisis iklim di Indonesia.

Doktor Ilmu Politik UI ini memaparkan berbagai strategi krusial untuk mempercepat transisi menuju energi hijau. Eddy menjelaskan, Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025-2034 telah menargetkan penambahan 69,5 GW pembangkit baru, di mana 43 GW akan berasal dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT).

“Bahkan dalam RUPTL PLN 2025 – 2034 kita juga sudah memasukkan rencana pembangunan 0,5 GW energi nuklir modular, yang sifatnya bersih, stabil, dan aman sebagai komitmen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan industri dengan tetap menyediakan energi bersih,” jelasnya, menunjukkan komitmen terhadap sumber energi alternatif.

Eddy optimis bahwa transisi energi akan menjadi motor pendorong pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan RUPTL 2025-2034, sektor-sektor baru yang muncul dari transisi ini, seperti EBT, kendaraan listrik, industri baterai, dan bioenergi, berpotensi menciptakan lebih dari 1,7 juta lapangan pekerjaan hingga tahun 2034.

“Dalam posisi kami sebagai Pimpinan MPR RI maupun Anggota Komisi XII DPR RI terus mendorong kebijakan fiskal dan investasi agar menyasar sektor-sektor yang mendukung ekonomi hijau, termasuk riset energi bersih, kawasan industri rendah karbon, dan penyediaan green financing,” terang Eddy di hadapan stakeholders bidang iklim internasional.

Dalam forum tersebut, Eddy juga menyoroti pentingnya pembenahan tata kelola ekonomi karbon di Indonesia yang saat ini melibatkan empat kementerian koordinator dan 12 kementerian teknis. Menurutnya, dibutuhkan seorang integrator yang mampu memangkas jalur birokrasi dan prosedur yang rumit antar kementerian dan lembaga.

“Oleh karena itu kami mendorong dibentuknya Badan Ekonomi Karbon dan Penanganan Krisis Iklim guna melaksanakan integrasi kebijakan lintas sektor menuju transisi rendah emisi,” kata Wakil Ketua Umum PAN ini.

Di akhir paparannya, Eddy memberikan pesan tegas ketertinggalan dalam langkah dan kebijakan transisi energi akan membuat Indonesia kehilangan peluang ekonomi di kancah global.

“Banyak investor ingin masuk ke Indonesia, tapi karena kita belum punya sumber energi hijau yang cukup, mereka pindah ke Vietnam, Laos, atau Kamboja. Bahkan produk ekspor kita pun akan ditolak atau dikenakan pajak karbon jika tidak memenuhi standar emisi,” ujarnya. “Energy transition is a must dan kita tidak bisa menghindarinya. Kalau kita ingin tetap kompetitif di panggung global, kita harus konsekuen untuk bertransformasi sekarang, bukan nanti.”

Pernyataan Eddy Soeparno ini menjadi seruan keras bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk segera bertindak nyata dalam menghadapi krisis iklim dan memanfaatkan potensi ekonomi hijau demi masa depan Indonesia. (Mun)

TRENDING

Exit mobile version