Connect with us

NASIONAL

MAKI Minta Pembebasan Bersyarat Setnov Dibatalkan

Aktualitas.id -

Eks Ketua DPR Setya Novanto mendapatkan pembebasan bersyarat, ia bebas dari Lapas Sukamiskin pada 16 Agustus 2025. (Foto: Antara)

AKTUALITAS.ID – Terpidana kasus korupsi KTP-elektronik (e-KTP) yang merugikan negara hingga mencapai Rp2,3 triliun Setya Novanto baru saja dinyatakan bebas bersyarat usai menjalani masa tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Pembebasan bersyarat didapatkan setelah Mahkamah Agung mengabulkan upaya hukum luar biasa atau peninjauan kembali (PK) yang diajukan Setnov.

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) akan mengirim surat keberatan ke Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan untuk meminta pembatalan pembebasan bersyarat terhadap terpidana kasus korupsi KTP-elektronik (e-KTP) Setya Novanto.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan masyarakat kecewa dan mempunyai pandangan negatif atas pembebasan bersyarat tersebut karena melemahkan pemberantasan korupsi.

“MAKI akan berkirim surat kepada Menteri Imipas Agus Andrianto berisi keberatan atas bebas bersyaratnya Setnov,” kata Boyamin melalui keterangan tertulis, Selasa (19/8/2025). Alasan keberatan yaitu Setnov tidak memenuhi syarat berkelakuan baik karena pernah melanggar aturan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022.

Pelanggaran itu berupa memegang dan menggunakan telepon seluler, bepergian dan belanja ke toko bangunan, serta makan di restoran. Boyamin bilang hal itu dapat dibuktikan dengan pemberitaan media massa.

Setnov, kata dia, juga tidak memenuhi syarat menerima pembebasan bersyarat karena masih tersangkut kasus lain yakni dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Bareskrim Polri.

“Bahwa dengan tidak memenuhi syarat, maka semestinya Menteri Imipas membatalkan Pembebasan Bersyarat Setnov,” ucap Boyamin.

“Apabila tidak dibatalkan, maka kami segera melakukan gugatan PTUN untuk memohon Hakim PTUN untuk membatalkannya. Terdapat yurisprudensi pemberian pengurangan hukuman dibatalkan oleh PTUN (kasus dr Lucky),” pungkasnya.  (Yan Kusuma/goeh)

TRENDING