NASIONAL
Pengamat: Mafia Pangan Bukan di Rakyat, Tapi di DPR dan Parpol

AKTUALITAS.ID – Pengamat Kebijakan Publik, Hilmi Rahman Ibrahim mengatakan mafia pangan di Indonesia dinilai bukan berasal dari masyarakat kecil. Fenomena ini justru disebut tumbuh subur di lingkaran kekuasaan, mulai dari partai politik, pejabat negara, hingga DPR RI.
Menurut Hilmi, masyarakat kecil tidak memiliki kapasitas dan jaringan untuk dikategorikan sebagai mafia pangan. Mereka hanya berjuang memenuhi kebutuhan dasar, sementara praktik mafia justru muncul dari kalangan elit politik yang memiliki akses pada kebijakan.
“Mafia itu nggak ada di masyarakat. Mafia itu ada di kekuasaan, ada di partai, ada di pejabat negara. Betul, ada di DPR,” ungkap Hilmi kepada Aktualitas.id, Senin (8/9/2025) malam.
Dirinya menjelaskan, masyarakat hanya mencari keuntungan kecil untuk bertahan hidup. Dalam pandangannya, mustahil mafia pangan berasal dari rakyat karena ruang gerak mereka sangat terbatas.
“Masyarakat hanya mencari untung kecil untuk kehidupan, membeli makanan, dan membiayai keluarganya. Jadi jangan cari mafia di masyarakat, pasti tidak akan dapat,” katanya.
Lebih lanjut, Hilmi menekankan sesungguhnya mafia pangan tidak bisa berdiri sendiri. Kelompok ini selalu membutuhkan sokongan politik untuk mengamankan kepentingannya.
“Mafia itu tidak bisa hidup tanpa kekuasaan. Orang yang punya modal tidak akan jadi mafia kalau tidak ada selimut kekuasaan,” ucapnya.
Hilmi menyoroti banyak kebijakan impor pangan sering kali bukan muncul dari kebutuhan rakyat. Kebijakan tersebut, justru lahir dari kesepakatan antara lembaga negara dan DPR yang sarat dengan kepentingan politik.
“Kebijakan impor ini tidak serta-merta datang. Itu lahir dari lembaga-lembaga negara yang bersepakat dengan DPR. Padahal kenyataannya tidak perlu impor,” jelasnya.
Dirinya juga mengingatkan praktik mafia pangan sudah ada sejak Indonesia merdeka dan hingga kini tidak pernah hilang. Teorinya pun tidak berubah, selalu terkait dengan pembuat kebijakan dan struktur kekuasaan.
“Kalau ada yang teriak soal mafia, sebetulnya gampang sekali dicari. Posisi mereka jelas ada di struktur kekuasaan, bukan di masyarakat bawah,” ujarnya.
Selain mafia pangan, Hilmi juga menyinggung isu oplosan beras yang kerap dibesar-besarkan pemerintah. Padahal kata dosen Universitas Nasional (Unas) itu, dalam perspektif pedagang, oplosan adalah hal biasa, tetapi narasi pemerintah kerap menyudutkan petani dan pengusaha.
“Pemerintah menyebut ada 90-an persen melakukan oplosan, polisi bilang cuma tiga. Begitu diserahkan ke kejaksaan, malah ditolak karena datanya tidak cukup,” katanya.
Dirinya menilai pernyataan tersebut keliru karena pengusaha justru penggerak ekonomi yang seharusnya tidak diposisikan sebagai musuh, meskipun ada beberapa yang memang bermasalah.
“Kalau ada oplosan nakal, ya tarik saja oleh polisi kan sudah tugas polisi. Bukan menggiring opini seakan-akan semuanya mafia,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Hilmi juga mengkritik tata kelola kebijakan pangan di Indonesia yang menurutnya terpecah-pecah akibat banyaknya kementerian dan lembaga. Kondisi ini membuat arah kebijakan tidak solid.
“Pemerintah tidak boleh berbeda. Kalau masih berbeda, harus duduk diskusi sampai ketemu rumusan. Jangan sampai kebijakan jadi terpecah,” tegasnya.
Sebagai solusi, Hilmi menekankan pentingnya reformasi tata kelola pemerintahan. dirinya menyebut ukuran keberhasilan bukan swasembada pangan, melainkan ketahanan pangan yang menjamin harga beras tetap terjangkau untuk masyarakat.
“Yang penting itu ketahanan pangan. Masyarakat bisa beli beras dengan harga terjangkau. Jangan klaim swasembada berhasil kalau harga domestik tinggi. Itu bukan ukuran,” tuturnya. (Red)
-
POLITIK10/09/2025 19:00 WIB
Akui Kesalahan dalam Pernyataan Kontroversial, Rahayu Saraswati Mengundurkan Diri dari DPR
-
NASIONAL10/09/2025 20:00 WIB
Kemhan Laporkan Majalah Tempo ke Dewan Pers Terkait Berita Darurat Militer
-
NUSANTARA10/09/2025 19:30 WIB
Tragis, Anak Gajah di Taman Nasional Tesso Nilo Mati Mengenaskan Diduga Diracun
-
NASIONAL10/09/2025 22:00 WIB
Kontras Duga Unsur Kesengajaan dalam Kematian Pengemudi Ojol yang Terlindas Rantis Brimob
-
DUNIA10/09/2025 21:00 WIB
Tiga Pemuka Agama Serukan Perdamaian di Gaza, Mendesak Israel Hentikan Agresi
-
RAGAM11/09/2025 00:30 WIB
Rokok Menghancurkan Rasa Kopi? Studi Temukan Hubungan Tak Terduga
-
NUSANTARA11/09/2025 06:30 WIB
Bali Berduka: 9 Tewas dan Ratusan Kios Hancur Diterjang Banjir Bandang
-
DUNIA11/09/2025 08:00 WIB
Nepal Diguncang Demo Berdarah, Mantan Ketua MA Digadang Jadi PM Interim