Connect with us

Oase

Kepemimpinan Khalifah Umar: Mendengarkan Suara Perempuan Sebelum Menetapkan Keputusan Jihad

Published

on

Ilustrasi

AKTUALITAS.ID – Khalifah Umar bin Khattab, salah satu pemimpin utama dalam sejarah Islam, dikenal karena kebijakan adilnya dan perhatian yang mendalam terhadap kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari kebiasaannya untuk memastikan keamanan dan kenyamanan warganya, Umar rutin melakukan ronda malam setiap harinya. Di tengah malam yang sunyi, muncul sebuah kejadian yang menunjukkan kepedulian Umar terhadap perasaan perempuan.

Suatu malam, saat Khalifah Umar melintas di depan sebuah rumah, ia mendengar suara seorang perempuan yang sedang merindukan suaminya, seorang prajurit yang sedang berjuang di medan jihad. Merasakan kesedihan yang mendalam dalam syair yang dinyanyikannya, Umar segera menanyakan identitas perempuan tersebut dan mendapat tahu bahwa dia adalah istri seorang pejuang Islam. Dalam keesokan harinya, Umar mengirim surat kepada komandan untuk memulangkan suami perempuan itu.

Namun, tindakan Umar tidak berhenti di situ. Ia ingin memahami lebih dalam mengenai seberapa lama seorang perempuan dapat menahan kerinduan akan kehadiran suaminya. Untuk itu, Umar mengunjungi putrinya, Hafshah, dan bertanya langsung tentang berapa lama seorang istri bisa bersabar ketika ditinggal pergi suaminya.

Setelah perlahan mendapat pengertian, Hafshah menjawab bahwa wanita umumnya mampu bersabar selama lima hingga enam bulan. Mengambil pelajaran dari percakapan tersebut, Khalifah Umar menetapkan kebijakan baru: waktu tugas prajurit di medan perang tidak boleh lebih dari enam bulan, terdiri dari satu bulan perjalanan pergi, empat bulan bertugas di lapangan, dan satu bulan perjalanan kembali.

Kebijakan ini mencerminkan sikap empati dan keadilan Khalifah Umar dalam memimpin, serta menunjukkan pentingnya mendengarkan suara perempuan dalam membuat keputusan yang berdampak pada kehidupan mereka. Kisah ini menjadi contoh penting dalam sejarah, menunjukkan bagaimana Umar bin Khattab mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman perempuan dalam merumuskan kebijakan yang lebih humanis. (Yan Kusuma)

Trending