Connect with us

OASE

Wudhu Batal karena Pegang Istri? Ini Dalil dan Pendapat Mazhab

Aktualitas.id -

Ilustrasi - Berwudhu (ist)

AKTUALITAS.ID – Wudhu merupakan syarat utama sahnya shalat, baik yang wajib maupun sunah. Selain menyucikan diri secara lahir, wudhu juga menjadi sebab ampunan dosa di antara waktu shalat. Bahkan, di hari kiamat, wudhu menjadi tanda istimewa umat Nabi Muhammad SAW dikenali lewat cahaya pada anggota tubuh yang biasa dibasuh wudhu (HR Muslim).

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku, sapulah kepalamu, dan basuhlah kakimu sampai kedua mata kaki…” (QS al-Maidah: 6).

Namun, timbul pertanyaan yang sering mengemuka di tengah kehidupan rumah tangga: apakah menyentuh istri membatalkan wudhu? Pertanyaan ini penting karena kemesraan suami-istri merupakan bagian dari keharmonisan yang bahkan disebut dalam Al-Qur’an:
“Mereka (para istri) adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka.” (QS al-Baqarah: 187).

Dalam lanjutan ayat tentang wudhu, Allah SWT menyebutkan:
“…atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah…” (QS al-Maidah: 6).

Frasa “menyentuh perempuan” dalam ayat ini menjadi titik perbedaan tafsir di kalangan para sahabat dan ulama.

Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Abbas memahami sebagai berhubungan suami istri (jimak).

Umar bin Khattab dan Ibnu Mas’ud menafsirkan sebagai persentuhan fisik biasa.

Perbedaan ini berkembang menjadi tiga pendapat di kalangan ulama:

Mazhab Hanafi: Menyentuh perempuan tidak membatalkan wudhu, baik dengan atau tanpa syahwat.

Mazhab Syafi’i dan Hanbali: Menyentuh lawan jenis membatalkan wudhu, meski tanpa syahwat.

Mazhab Maliki: Menyentuh perempuan membatalkan wudhu jika timbul syahwat.

    Di Indonesia, Majelis Tarjih Muhammadiyah cenderung mengikuti pendapat mazhab Hanafi. Hal ini diperkuat oleh hadis Aisyah RA:
    “Pada suatu malam saya kehilangan Rasulullah SAW dari tempat tidur. Saya meraba-raba, lalu tanganku menyentuh telapak kaki Rasulullah yang sedang sujud.” (HR Muslim dan Tirmidzi).

    Hadis lain dari Aisyah RA menyebutkan:
    “Sesungguhnya Nabi SAW pernah mencium istrinya lalu langsung shalat tanpa berwudhu terlebih dahulu.” (HR Ahmad).

    Namun, Imam Syafi’i tetap berpendapat setiap persentuhan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, termasuk istri, membatalkan wudhu, terlepas dari adanya syahwat atau tidak.

    Masalah ini termasuk wilayah khilafiyah (perbedaan pendapat yang diakui) dalam Islam. Umat Islam bebas mengikuti pendapat ulama yang diyakini, namun tetap menjaga toleransi terhadap pendapat yang berbeda. Bagi pengikut mazhab Syafi’i, menyentuh istri memang membatalkan wudhu. Namun bagi yang mengikuti pendapat lain, terutama sebagaimana ditarjih Muhammadiyah, tidaklah demikian. (Mun)

    TRENDING