POLITIK
BRIN: Putusan MK Ikut Turunkan Jumlah Calon Tunggal di Pilkada 2024

AKTUALITAS.ID – Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro mengatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas (threshold) pencalonan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh partai politik atau gabungan ikut menurunkan jumlah calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024.
“Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas itu sebenarnya melegakan dan mengurangi calon tunggal meskipun masih ada sekitar 40-an yang melawan kotak kosong. Saya pastikan jumlahnya akan melonjak tajam kalau tidak ada amar putusan tersebut,” kata Prof. Siti Zuhro dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (12/9/2024).
Diketahui bahwa pada Pilkada 2024 terdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah atau calon tunggal, terdiri atas satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota.
Prof. Siti Zuhro melihat hal ini menjadi ironi, bahkan anomali dalam demokrasi Indonesia yang multipartai sebab semua parpol justru bergabung dalam satu koalisi besar atau gemuk karena adanya kepentingan pragmatis yang sama.
“Itu bisa kita lihat pada Pilkada Jawa Timur dan Jakarta, sebagian besar parpol mengusung Ibu Khofifah dan Pak Ridwan Kamil. Kalau yang memenuhi ambang batas, bisa mencalonkan. Akan tetapi, kalau tidak bisa, akan melawan kotak kosong,” ujarnya.
Menurut Siti, situasi ini merupakan dampak dari pelaksanaan Pemilu Serentak 2024, antara pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) serta berlanjut pada pilkada sekarang.
“Partai politik sedang kehilangan kedaulatannya dan kehilangan otonominya. Tidak percaya diri dalam mempromosikan kadernya. Mereka juga tidak merasa bersalah, malahan fine-fine saja,” jelas Siti.
Padahal, kata dia, demokrasi Indonesia sedang dalam ancaman yang cukup serius karena Pilkada 2024 tidak menghasilkan kompetisi dan calon yang layak.
Ada kecenderungan untuk aklamasi dan tidak memberikan edukasi kepada publik.
Dikatakan pula bahwa keberadaan sistem multipartai seperti sekarang perlu ditinjau ulang dan dilakukan penyederhanaan karena menjadi ancaman serius bagi pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
“Kita harus mendorong perbaikan paket Undang-Undang (UU) Politik karena mungkin usianya sudah sangat tua, sementara sekarang banyak perubahan yang sifatnya sangat mendasar. Perlu diadopsi atau direspons partai politik dan dipayungi undang-undang,” tambahnya.
Paket UU Politik saat ini perlu dilakukan reformasi total agar demokrasi Indonesia lebih substantif, bukan demokrasi prosedural, melainkan dengan merevisi UU Parpol, UU MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD), UU Pemilu, dan UU Pilkada.
“Kita ini mau take off menjadi negara yang kokoh, Indonesia Emas 2045. Maka, harus dimulai sekarang agar kita tidak gagal sehingga perlu ada kompetisi. Akan tetapi, kompetisi sekarang ini kelihatan hambar,” ucapnya.
Ia melanjutkan, “Masa sih orang bernyawa harus disandingkan melawan kotak kosong yang tidak bernyawa. Ini pelecehan betul, menangnya tidak enak, kalah pun tidak enak. Ini yang harus kita benahi.” (Naufal Fajar Haryanto)
-
FOTO18/06/2025 18:45 WIB
FOTO: Menko AHY Bagikan 1.120 Sertifikat Tanah untuk Transmigran
-
RAGAM18/06/2025 16:30 WIB
Tom Cruise Bakal Terima Oscar Kehormatan
-
POLITIK18/06/2025 17:00 WIB
Jelang Pemilihan Ketua Umum, PSI Verifikasi Kadernya
-
JABODETABEK18/06/2025 23:30 WIB
Jakarta Siap Berpesta! Malam Puncak HUT ke-498 Digelar di Lapangan Banteng
-
NUSANTARA18/06/2025 15:30 WIB
KKB Kembali Aniaya Warga Sipil di Dekai
-
NASIONAL18/06/2025 16:00 WIB
Densus 88 Dalami Motif E-mail Ancaman Bom ke Saudia Airlines
-
OLAHRAGA18/06/2025 22:00 WIB
Melonjak Tajam! Tim Voli Putri Indonesia Tembus Peringkat 48 Dunia
-
NUSANTARA18/06/2025 18:00 WIB
Orang Tua Siswa Keluhkan SPMB di Kota Serang