POLITIK
Qodari: Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional-Daerah Melampaui Batas Kewenangan Yudikatif
AKTUALITAS.ID – Wakil Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari, melontarkan kritik tajam terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah. Menurutnya, MK telah bertindak melampaui kewenangannya (kebablasan) dan mencampuri domain pembentuk undang-undang.
“Karena sudah kebiasaan nabrak-nabrak, kali ini MK kebablasan. Nabraknya bukan cuma undang-undang, tapi juga konstitusi,” ujar Qodari dalam sebuah diskusi podcast, Jumat (11/7/2025).
Qodari menegaskan MK seharusnya membatasi diri sebagai negative legislator yang tugasnya membatalkan undang-undang jika bertentangan dengan UUD 1945, bukan bertindak sebagai positive legislator yang membuat norma hukum baru.
“MK itu seharusnya judicial restraint, bukan judicial activism. Tugas MK membatalkan undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi, bukan membuat norma baru,” tegasnya.
Kritik ini merespons putusan MK pada akhir Juni 2025 lalu yang mengabulkan uji materi terkait pemilu. Putusan tersebut secara efektif membatalkan skema pemilu serentak 2019 dan 2024, dan memerintahkan pemilu nasional (Presiden, DPR, DPD) dan pemilu daerah (Kepala Daerah dan DPRD) digelar secara terpisah. Alasan MK adalah untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan dan kualitas demokrasi.
Namun, Qodari menilai argumen tersebut tidak sepenuhnya tepat. Menurutnya, pemisahan pemilu tidak secara otomatis akan menyelesaikan semua masalah.
“Seolah-olah dengan pemisahan ini semua masalah akan selesai. Padahal enggak juga. Dulu kita juga pernah menjalankan pemilu legislatif dan presiden terpisah. Enggak ada masalah besar,” katanya.
Sebagai solusi alternatif, Qodari mengusulkan skema yang berbeda. Alih-alih memisahkan pemilu berdasarkan level nasional dan daerah, ia menyarankan pemisahan berdasarkan jenis pemilihan.
“Kalau mau lebih efisien, ya pisahkan antara pemilu legislatif dan eksekutif. Bukan nasional dan daerah,” jelas Qodari.
Dalam skema usulannya, tahap pertama adalah pemilu untuk memilih seluruh anggota legislatif (DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota). Tahap kedua barulah pemilu untuk memilih seluruh kepala eksekutif (Presiden dan Kepala Daerah). Dengan cara ini, menurutnya, pemilih bisa lebih fokus.
Qodari menyimpulkan putusan MK kali ini berpotensi menciptakan kebingungan teknis di lapangan dan merupakan preseden kurang baik bagi tatanan hukum.
“MK mendapat tepuk tangan ketika memutus soal threshold. Tapi kali ini, pendekatannya kebablasan. Ini bukan lagi judicial review, tapi semacam judicial legislating,” tutupnya. (Ari Wibowo/Mun)
-
NUSANTARA27/12/2025 11:30 WIBData Terkini BNPB 26 Desember 2025: 1.137 Tewas dan 457 Ribu Warga Sumatera Mengungsi
-
NASIONAL27/12/2025 10:00 WIBDPR Kritik Pembubaran Diskusi Reset Indonesia di Gunungsari Madiun
-
NUSANTARA27/12/2025 10:30 WIBMahasiswi Tersambar Petir di Gunung Merbabu Saat Libur Natal Tahun Baru
-
OLAHRAGA27/12/2025 17:00 WIBUsai Libur Natal Detroit Pistons Tantang Utah Jazz
-
NASIONAL27/12/2025 15:00 WIBAmnesty Tuntut Penyelidikan Kekerasan Aparat pada Relawan Bencana Aceh
-
NASIONAL27/12/2025 12:00 WIBPemerintah Prabowo Siapkan PP untuk Menguatkan Perpol 10/2025
-
NASIONAL27/12/2025 17:30 WIBRapat Syuriyah–Mustasyar PBNU Bersifat Final dan Mengikat
-
NUSANTARA27/12/2025 13:30 WIBBMKG Imbau Warga RI Waspada Cuaca Ekstrem Jelang Tahun Baru 2026

















