POLITIK
Pengamat: Sikap ‘Ngambek Politik’ Megawati Soal Gelar Soeharto Bisa Langgengkan Politik Dendam
AKTUALITAS.ID – Penolakan Ketua Umum PDI Perjuangan sekaligus Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, terhadap rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, dinilai sejumlah pihak sebagai langkah yang disayangkan.
Direktur Citra Institute, Yusak Farhan, menilai seharusnya Megawati dapat bersikap sebagai negarawan yang menghormati jasa para pendahulunya tanpa melihat dari kacamata politik.
“Sikap Megawati menunjukkan bahwa bangsa kita belum sepenuhnya berdamai dengan masa lalu. Ia seharusnya menempatkan diri sebagai mantan presiden yang menghormati jasa pemimpin sebelumnya, bukan hanya sebagai politisi,” ujar Yusak, Minggu (9/11/2025).
Menurut Yusak, penolakan tersebut berpotensi menghambat rekonsiliasi nasional yang tengah digagas Presiden Prabowo Subianto. “Sikap ngambek politik yang terus dipertahankan bisa memperlambat upaya rekonsiliasi nasional yang dibangun oleh Presiden Prabowo,” tegasnya.
Ia menambahkan, penolakan atas dasar luka sejarah keluarga Soekarno justru berisiko melanggengkan politik dendam. “Jika luka sejarah terus dibuka, maka bangsa ini sulit untuk dewasa secara politik,” jelasnya.
Lebih lanjut, Yusak menilai pengakuan terhadap jasa Soeharto tidak berarti meniadakan kritik terhadap masa pemerintahannya. “Menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional bukan berarti menghapus sisi kritis terhadap kepemimpinannya. Kita harus fair dan proporsional,” katanya.
Menurutnya, di balik sisi otoriter, Soeharto memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan nasional, termasuk program jangka panjang seperti Repelita yang memperkuat fondasi ekonomi Indonesia. “Soeharto naik ke tampuk kekuasaan di masa krisis, namun berhasil menata pembangunan dan menjaga stabilitas nasional,” tambahnya.
Yusak juga mengingatkan bahwa usulan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sudah melalui proses panjang sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia menilai, pengakuan tersebut bisa menjadi simbol kebesaran bangsa yang mampu memandang sejarah secara objektif tanpa dendam politik.
“Kalau kita terus ribut soal masa lalu, kapan bangsa ini bisa maju dan berdamai dengan sejarahnya sendiri,” pungkas Yusak. (Wibowo/Mun)
-
FOTO17/11/2025 08:31 WIBFOTO: Aksi Seniman Jalanan Dukung Produk UMKM Konveksi
-
DUNIA16/11/2025 14:00 WIBKetegangan Meningkat, China Larang Warganya ke Jepang
-
NUSANTARA16/11/2025 13:30 WIBPria Dianiaya Mertua dan Keluarga Istri karena Cekcok Rumah Tangga
-
NASIONAL17/11/2025 07:00 WIBGuru Besar HTN: Lembaga Negara Semakin Tidak Patuh pada Putusan MK
-
POLITIK16/11/2025 15:00 WIBPersatuan Rakjat Desa: Sejarah Partai Politik Sunda di Pemilu 1955 dan Perannya di Parlemen
-
RAGAM16/11/2025 15:30 WIBCara Mengecilkan Perut Buncit dengan Cepat dan Sehat
-
RIAU16/11/2025 16:00 WIBDragbike di Sirkuit Sport Center, Cara Efektif Dirlantas Polda Riau Cegah Aksi Balapan Liar
-
EKBIS17/11/2025 09:30 WIBIHSG dan LQ45 Kompak Menguat Pagi Ini (17/11), Investor Uji Resisten 8.400

















