Connect with us

POLITIK

Koalisi Dorong Bawaslu Menjadi Badan Ajudikasi Pemilu untuk Perkuat Penegakan Hukum

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Dok: akutalitas.id

AKTUALITAS.ID – Koalisi pengusul perubahan undang-undang pemilu mengajukan transformasi kelembagaan penyelenggara pemilu dengan mengusulkan Bawaslu difokuskan menjadi Badan Ajudikasi Pemilu. Usulan ini disampaikan dalam Seminar Nasional Transformasi Demokrasi melalui Kodifikasi Undang-Undang Pemilu di Jakarta Rabu (3/12/2025).

Menurut Haykal, selama ini Bawaslu menjalankan tiga fungsi sekaligus: pencegahan, pengawasan, dan penindakan. Koalisi menilai pembagian tugas tersebut membuat efektivitas penindakan terhadap pelanggaran pemilu kurang optimal. “Bawaslu selama ini menjalankan tiga fungsi sekaligus: pencegahan, pengawasan, dan penindakan. Kami mengusulkan agar difokuskan menjadi lembaga penindakan dengan nama Badan Ajudikasi Pemilu,” ujar Haykal.

Transformasi ini dimaksudkan untuk memperkuat penegakan hukum pemilu, khususnya dalam menangani sengketa proses dan administrasi. Dengan fokus pada fungsi ajudikasi, lembaga baru diharapkan mampu menyelesaikan perkara pemilu secara lebih cepat dan tegas.

Koalisi juga mengusulkan pengembalian fungsi pengawasan kepada masyarakat melalui mekanisme pengawasan partisipatif. Haykal menekankan pentingnya memberi ruang lebih besar bagi publik untuk berperan aktif. “Masyarakat harus diberi ruang untuk mengawasi, tidak hanya memantau,” tegasnya.

Selain perubahan struktur Bawaslu, koalisi menyoroti dua ambang batas utama dalam pencalonan. Mereka mendesak penghapusan presidential threshold yang dinilai tidak konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi, serta penghapusan parliamentary threshold menjadi 0 persen untuk mengurangi suara terbuang.

Haykal menyoroti data Pemilu 2024 sebagai alasan penghapusan ambang batas parlemen. “Pada Pemilu 2024 ada lebih dari 17 juta suara yang tidak dikonversi karena ambang batas parlemen. Ini merugikan representasi pemilih,” ujarnya.

Sebagai alternatif, koalisi mengusulkan penerapan ambang batas fraksi. Dalam skema ini, partai-partai kecil yang memperoleh kursi harus berkoalisi membentuk satu fraksi agar memiliki pengaruh signifikan dalam pengambilan keputusan parlemen. “Yang penting bukan jumlah partai di parlemen, tapi apakah mereka signifikan dalam pengambilan keputusan,” jelas Haykal.

Isu calon tunggal dalam pilkada juga menjadi perhatian. Untuk menjaga kompetisi, koalisi mengusulkan pembatasan jumlah partai yang boleh berkoalisi mengusung satu calon, sehingga mencegah munculnya kontestasi tanpa lawan. “Kami ingin memastikan iklim kompetisi tetap terjadi, bukan justru menghasilkan kontestasi tanpa lawan,” kata Haykal.

Perubahan yang diusulkan koalisi mencakup aspek kelembagaan dan aturan pencalonan yang dinilai dapat meningkatkan representasi dan kualitas demokrasi. Rencana transformasi ini masih memerlukan pembahasan lebih lanjut dengan pemangku kepentingan, termasuk legislator, penyelenggara pemilu, dan organisasi masyarakat sipil, sebelum diusulkan menjadi perubahan hukum yang mengikat. (Bowo/Mun)

TRENDING