Connect with us

POLITIK

PDIP Tolak Wacana Pilkada Lewat DPRD dan Minta Kajian Komprehensif

Aktualitas.id -

Ilustrasi pencoblosan Pilkada, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – PDI Perjuangan (PDIP) menegaskan penolakannya terhadap wacana mengembalikan mekanisme Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melalui DPRD. Partai berlambang banteng tersebut mengingatkan pemerintah dan penyelenggara negara agar tidak mengambil kebijakan strategis hanya berdasarkan selera politik sesaat tanpa kajian komprehensif dan mendalam.

Ketua DPP PDIP, Said Abdullah, menilai alasan mahalnya biaya Pilkada langsung tidak dapat serta-merta dijadikan dasar untuk mengalihkan mekanisme pemilihan kepala daerah ke DPRD. Menurutnya, anggapan tersebut merupakan kesimpulan yang melompat (jumping conclusion) dan berpotensi menyesatkan arah reformasi demokrasi lokal.

“Esensi Pilkada langsung adalah keterlibatan rakyat dalam memilih pemimpin. Jika diganti lewat DPRD, langkah ini justru bisa membengkokkan aspirasi rakyat karena kepentingan DPRD dengan rakyat atas figur kepala daerah bisa saja berbeda,” ujar Said dalam keterangannya, Senin (22/12/2025).

Alih-alih mengubah sistem pemilihan, Said menawarkan solusi berupa penguatan sistem peradilan pidana (criminal justice system) untuk memberantas politik uang, yang selama ini menjadi faktor utama tingginya biaya Pilkada.

Ia mengusulkan agar Bawaslu diperkuat dengan penyidik independen atau melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara khusus dalam penanganan praktik politik uang di Pilkada.

“Kita sering mengeluh biaya Pilkada mahal, tetapi tidak membenahi penegakan hukumnya. Kita perlu penyidik independen di Bawaslu atau melibatkan KPK untuk menangani politik uang. Sanksi pidana harus diperberat, baik bagi pemberi maupun penerima, dan kandidatnya wajib dibatalkan pencalonannya,” tegas Said.

Selain itu, Said juga mengusulkan pembentukan peradilan ad hoc khusus politik uang di setiap daerah. Ia menilai Pilkada serentak berpotensi memicu praktik politik uang secara masif, sehingga diperlukan mekanisme hukum yang cepat dan tegas.

Untuk memperkuat pengawasan, Said menyarankan agar KPK dan Bawaslu melibatkan akademisi serta praktisi hukum sebagai penyidik ad hoc guna meningkatkan efektivitas penindakan di lapangan.

Tak hanya menekankan aspek penegakan hukum, Said juga menyoroti pentingnya edukasi pemilih secara berkelanjutan. Menurutnya, masyarakat harus disadarkan bahwa menerima politik uang merupakan tindak pidana yang merusak kualitas demokrasi dan menghambat lahirnya pemimpin yang berintegritas.

“Semua pihak, mulai dari perguruan tinggi hingga tokoh sosial, harus menggelorakan pendidikan pemilih. Kita perlu mendidik pemilih cerdas agar peluang kandidat memenangkan Pilkada dengan biaya murah menjadi lebih besar,” jelasnya.

Said optimistis, jika penegakan hukum yang menimbulkan efek jera dan pendidikan pemilih berjalan beriringan, persoalan mahalnya biaya Pilkada dapat diatasi tanpa harus mengorbankan hak demokrasi rakyat.

“Kuncinya adalah komitmen bersama dari pemimpin politik, akademisi, dan aktivis untuk membangun demokrasi di daerah. Ini bukan proses instan, tetapi membutuhkan kesungguhan dan optimisme,” pungkas Said. (Bowo/Mun)

TRENDING