Kejati Sulbar Tahan Mantan Pejabat di Mamasa Dalam Kasus Korupsi Bibit Kopi


Ilustrasi, Foto: Istimewa

AKTUALITAS.ID – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Barat (Sulbar) penahanan mantan Kadis Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Mamasa berinisial M, sebagai tersangka korupsi pengadaan sejuta bibit kopi dan kegiatan perluasan tanaman Kopi pada Dinas pertanian dan perkebunan Kabupaten Mamasa tahun 2015.

Penahanan M berdasarkan dengan surat perintah penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat (T-2), Nomor:PRINT-458/P.6/Fd.1/10/2020, tanggal 15 Oktober 2020, selama 20 hari ditempatkan di Rutan Polda Sulawesi Barat.

Kajati Sulbar melalui Aspidsus Feri Mupahir mengatakan, salah satu alasan dilakukan penahanan M adalah alasan objektif karena pasal yang disangkakan kepada tersangka adalah pasal yang ancaman hukumannya di atas 5 tahun pada Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP. Dan alasan subyektif adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri dan merusak atau menghilangkan barang bukti, serta mempengaruhi saksi-saksi lainnya.

“Berkas perkara tersangka sudah dilakukan Tahap I, sehingga proses penanganannya akan cepat selesai. Apalagi tersangka bertempat tinggal di Kabupaten Mamasa. Dan kini kami titip di tahanan Polda Sulawesi Barat selama 20 hari kedepan,” ujar Feri di Mamuju, Kamis (15/10/2020).

Dalam kasus pengadaan sejuta bibit kopi ini, tersangka M adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dalam pekerjaannya, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 1,1 miliar.

“M ini adalah PPK pada kegiatan pengadaan sejuta bibit kopi pada tahun 2015, dengan merugikan ke uang negara sebesar Rp 1,1 miliar,” sebut Feri.

Peran tersangka perkara ini meminta tim kelompok kerja (Pokja) untuk mengganti spesifikasi bibit kopi pada Summary Report menjadi jenis benih kopi Somatic Embryogenesis (SE). Hal tersebut dilakukan dengan merujuk produk tertentu dan agar pelelangan dapat dimenangkan oleh PT Supin Raya, yang telah terlebih dahulu mengadakan perjanjian dengan satu-satunya suplier bibit kopi SE di Indonesia yaitu Puslitkoka di Jember.

“Tersangka M sebagai PPK membuat kontrak yang tidak sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK), pedoman teknis dan spesifikasi barang berupa bibit kopi yang ada pada HPS, kemudian pada akhir masa pelaksanaan pekerjaan, seharusnya PT Supin Raya tidak dapat memenuhi prestasi pekerjaan, namun tersangka membuat addendum kontrak, sehingga pencairan pekerjaan dapat dilakukan 100 persen,” sebutnya.

Tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) subs Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>