Connect with us

Berita

China Tuntut AS Batalkan Penjualan Senjata Terbaru ke Taiwan

China mengecam penjualan peralatan militer Amerika Serikat ke Taiwan dan sanksi terbaru yang dijatuhkan pejabat China atas Undang-Undang Keamanan Nasional Hong Kong. Kantor Kabinet untuk urusan Hong Kong menyatakan “kemarahan dan kecaman yang kuat” atas sanksi yang ditujukan terhadap 14 anggota komite legislatif China yang mengesahkan UU Keamanan Nasional pada Juli lalu. Sementara itu, Juru […]

Published

on

China mengecam penjualan peralatan militer Amerika Serikat ke Taiwan dan sanksi terbaru yang dijatuhkan pejabat China atas Undang-Undang Keamanan Nasional Hong Kong.

Kantor Kabinet untuk urusan Hong Kong menyatakan “kemarahan dan kecaman yang kuat” atas sanksi yang ditujukan terhadap 14 anggota komite legislatif China yang mengesahkan UU Keamanan Nasional pada Juli lalu.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying menuntut AS membatalkan penjualan senjata terbaru ke Taiwan. Dia mengatakan China akan membuat “tanggapan yang tepat dan perlu” dan mengutuk sanksi baur yang dijatuhkan AS.

“(China akan) mengambil tindakan balasan yang tegas dan kuat dan dengan tegas mempertahankan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunannya,” kata Hua dalam briefing harian, Selasa (8/12) seperti dilansir dari Associated Press.

“Pemerintah dan rakyat China telah menyatakan kemarahan yang kuat dan mengutuk keras perilaku AS yang arogan, tidak masuk akal, dan gila,” sambungnya.

Di lain pihak, Departemen Luar Negeri AS pada Senin (7/12) mengatakan para pejabat China yang dijatuhi sanksi atas tindakan keras terhadap hak-hak sipil di Hong Kong akan dilarang bepergian ke AS atau mengakses sistem keuangan AS.

Pihaknya juga mengumumkan persetujuan penjualan peralatan komunikasi militer canggih senilai US$280 juta atau sekitar Rp3,9 triliun ke Taiwan.

AS telah membuat China marah dengan penjualan 11 senjata terpisah dan hubungan militer dan politik yang semakin dekat dengan Taiwan. Beijing mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan pihaknya menyatakan akan menganeksasi wilayah itu secara paksa jika perlu.

Sejauh ini, China telah meningkatkan patroli militer di dekat Taiwan dan berjanji untuk menghukum perusahaan AS yang terlibat dalam kesepakatan penjualan senjata.

Berbeda dengan China, Taiwan menyambut baik pengumuman AS. Negara pimpinan Presiden Tsai Ing-wen tersebut mengatakan pengumuman itu menunjukkan bahwa Washington menghormati komitmen Taiwan untuk membantu memperkuat pertahanan pulau itu.

“Taiwan telah menerima ancaman militer seperti itu setiap hari. Hanya melalui keterlibatan dan dengan bekerja samalah kita dapat mengatasi ancaman dan tantangan yang melanda kawasan kita dan dunia,” kata Tsai kepada jurnalis.

Ini bukan kali pertama bagi AS menjatuhkan sanksi terhadap China. Sebelumnya, AS juga pernah menjatuhkan sanksi terhadap pejabat China dan Hong Kong atas pengesahan UU Keamanan Nasional yang dipandang sebagai pencabutan kebebasan sipil di wilayah itu dan atas pelanggaran HAM terhadap kelompok minoritas Muslim di wilayah barat laut Xinjiang.

Tahun ini, AS menutup paksa konsulat China di Houston dan pekan lalu, AS memangkas durasi visa anggota Partai Komunis beserta keluarga mereka dari 10 tahun menjadi satu bulan.

Para kritikus menilai tindakan keras AS merupakan upaya pemerintahan Donald Trump untuk menerapkan taktik tekanan tinggi terhadap Beijing yang sekaligus dapat mempersulit Presiden AS terpilih Joe Biden untuk menjalin hubungan yang stabil.

Profesor Hubungan Internasional di China Foreign Affairs University, Su Hao, mengatakan pemerintahan Trump tampaknya menggunakan Taiwan, Hong Kong, dan masalah lain untuk meningkatkan tingkat konfrontasi China-AS.

“Trump ingin melihat formasi struktur China-AS yang diperkuat. Hubungan yang akan membuat Biden sulit melakukan perubahan,” kata Su.

Sementara Profesor di School of International Studies di Universitas Renmin Beijing, Diao Daming, mengatakan Trump mungkin memandang peningkatan sikap keras terhadap China sebagai warisan dari masa jabatannya.

“Ini merusak hubungan bilateral, merugikan kepentingan negara dan warganya, dan gagal memenuhi harapan masyarakat internasional,” kata Diao.

OASE

INFOGRAFIS

WARGANET

Trending