Connect with us

Berita

AS akan Kaji Ulang Kesepakatan Damai Dengan Taliban

Amerika Serikat akan mengkaji ulang kesepakatan damai dengan Taliban yang ditandatangani tahun lalu. Hal ini diumumkan Gedung Putih. Penasihat keamanan Presiden Joe Biden yang baru ditunjuk, Jake Sullivan, berbicara dengan timpalannya dari Afghanistan, Hamdullah Mohib dan menerangkan keinginan AS untuk mengkaji ulang perjanjian itu, menurut juru bicara Dewan Keamanan Nasional, Emily Horne pada Jumat malam. […]

Published

on

Amerika Serikat akan mengkaji ulang kesepakatan damai dengan Taliban yang ditandatangani tahun lalu. Hal ini diumumkan Gedung Putih.

Penasihat keamanan Presiden Joe Biden yang baru ditunjuk, Jake Sullivan, berbicara dengan timpalannya dari Afghanistan, Hamdullah Mohib dan menerangkan keinginan AS untuk mengkaji ulang perjanjian itu, menurut juru bicara Dewan Keamanan Nasional, Emily Horne pada Jumat malam.

Horne dalam pernyataannya menyampaikan, secara khusus, Washington ingin memastikan Taliban konsisten dengan komitmennya untuk memutuskan hubungan dengan kelompok teroris, mengurangi kekerasan di Afghanistan, dan terlibat dalam negosiasi penuh arti dengan pemerintah Afghanistan dan pemangku kepentingan lainnya.

Sullivan, jelasnya, menggarisbawahi bahwa AS akan mendukung proses perdamaian dengan segala upaya dan upaya diplomatik regional, yang bertujuan untuk membantu kedua belah pihak mencapai kesepakatan penyelesaian politik yang bertahan lama dan adil serta gencatan senjata permanen.

“Kedua pihak sepakat bekerja sama menuju gencatan senjata parmanen dan perdamaian yang adil dan bertahan lama,” ujar Mohib di Twitter, dikutip dari Al Jazeera, Minggu (24/1).

Washinton dan Taliban mencapai kesepakatan tahun lalu di Qatar untuk memulai penarikan pasukan Amerika dengan imbalan jaminan keamanan dari kelompok bersenjata dan komitmen untuk memulai pembicaraan damai dengan pemerintah Afghanistan.

Kendati kesepakatan telah tercapai, kekerasan di Afghanistan meningkat sejak September lalu.

Sullivan juga membahas dukungan AS untuk melindungi hak-hak perempuan dan kelompok minoritas sebagai bagian dari proses perdamaian.

Taliban mengatakan mereka tetap konsisten dengan komitmen perjanjian dan meminta agar komitmen mereka dihormati.

“Kami harap pihak di sana tetap berkomitmen dengan perjanjian itu juga,” kata juru bicara Taliban, Mohammad Naeem kepada AFP di Qatar.

Langkah Washington ini disambut ini melegakan para pejabat di Kabul setelah berbulan-bulan berspekulasi bagaimana kebijakan pemerintahan baru AS terkait isu ini.

Pejabat tinggi pemerintah Afghanistan lainnya mengecam kegagalan Taliban untuk memenuhi kesepakatan, mengatakan perjanjian itu gagal mencapai tujuan yang ditetapkan.

“Kesepakatan sejauh ini tidak memberikan tujuan yang diinginkan untuk mengakhiri kekerasan Taliban dan membawa gencatan senjata yang diinginkan oleh Afghanistan,” jelas Wakil Menteri Dalam Negeri Afghanistan, Sediq Sediqqi, di Twitter.

“Taliban tidak memenuhi komitmennya.”

Para pengamat mengatakan pemerintahan Biden membutuhkan tinjauan komprehensif atas perjanjian Doha untuk memahami apa yang telah disepakati kedua belah pihak.

“Pemerintah Biden tampaknya lebih berkomitmen untuk mengurangi kekerasan (RIV) di Afghanistan dan jika melihat kesepakatan tersebut, RIV adalah salah satu poin utama di dalamnya. Tetapi kami telah melihat lonjakan kekerasan sehingga jika ditemukan bahwa Taliban tidak menunjukkan komitmen mereka dalam mengurangi kekerasan, mereka akan mendapat tekanan dari pemerintahan baru,” jelas profesor hubungan internasional Universitas Kardan di Kabul, Fahim Sadat, kepada Al Jazeera.

Meskipun para pejabat Afghanistan dan AS menyalahkan Taliban atas sejumlah kekerasan, kelompok itu membantah.

“Selain itu, pemerintah Afghanistan mengharapkan untuk bekerja sama dengan pemerintah baru untuk berbagi keprihatinan mereka mengenai kesepakatan AS-Taliban di mana mereka merasa (mantan presiden Donald) Trump bersikap lunak terhadap Taliban,” jelas Sadat.

Pada Selasa, calon menteri luar negeri kabinet Biden, Antony Blinken, mengatakan pada sidang konfirmasi di Senat, “kami ingin mengakhiri apa yang disebut perang selamanya ini”.

OASE

INFOGRAFIS

WARGANET

Trending