Connect with us

Berita

Oposisi Myanmar Minta Bantuan Sejumlah Milisi untuk Lindungi Warga Sipil

Kelompok oposisi Myanmar meminta bantuan kepada sejumlah milisi untuk melindungi warga sipil yang menolak kudeta dari kejaran aparat keamanan. Permohonan itu disampaikan oleh Komite Mogok Nasional Myanmar (GSCN) melalui unggahan di media sosial Facebook. “Kami memohon untuk secara kolektif melindungi para penduduk, muda-mudi, perempuan, anak-anak dan lansia,” demikian isi pernyataan itu. Sejumlah kelompok milisi di […]

Published

on

Kelompok oposisi Myanmar meminta bantuan kepada sejumlah milisi untuk melindungi warga sipil yang menolak kudeta dari kejaran aparat keamanan.

Permohonan itu disampaikan oleh Komite Mogok Nasional Myanmar (GSCN) melalui unggahan di media sosial Facebook.

“Kami memohon untuk secara kolektif melindungi para penduduk, muda-mudi, perempuan, anak-anak dan lansia,” demikian isi pernyataan itu.

Sejumlah kelompok milisi di Myanmar ada yang masih aktif dan bertahun-tahun bertempur melawan pasukan pemerintah.

Mereka adalah Tentara Arakan di negara bagian Kachin dan Kayin, Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) di Rakhine, Tentara Kemerdekaan Kachin di negara bagian Kachin, Tentara Nasional Kuki di negara bagian Chin, Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar di negara bagian Shan, Tentara Nasional Shanni di negara bagian Kachin, Tentara Pembebasan Ta’ang di negara bagian Shan, dan Tentara Revolusioner Zomi di negara bagian Chin dan perbatasan India-Myanmar.

Aparat keamanan Myanmar semakin gelap mata menghadapi gelombang aksi unjuk rasa.

Menurut laporan aparat keamanan Myanmar tega menembaki massa yang melayat persemayaman jenazah seorang pedemo yang tewas di Bago, dekat Yangon, pada Minggu (28/3) kemarin.

Dilansir Reuters, Senin (29/3), menurut keterangan tiga saksi peristiwa itu terjadi saat sejumlah orang menghadiri persemayaman jenazah seorang mahasiswa, Thae Maung Maung (20), yang menjadi korban meninggal dalam unjuk rasa.

Sepanjang akhir pekan lalu tercatat ada 114 penduduk yang meninggal akibat aksi represif aparat keamanan Myanmar menghadapi unjuk rasa di 44 kota kecil dan besar. Di antara yang meninggal termasuk anak-anak hingga remaja.

Sampai saat ini jumlah korban jiwa dalam unjuk rasa itu merupakan yang terbesar dalam satu hari.

Bentuk-bentuk kekejaman militer Myanmar terhadap para pedemo juga diungkap oleh sejumlah saksi. Seorang saksi menyatakan aparat Myanmar tega menembak mati dan membakar jasad seorang pedemo berusia sekitar 40 tahun di Kota Mandalay.

Penasihat Khusus PBB untuk Pencegahan Genosida, Alice Wairimu Nderitu, dan Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet, menyebut militer Myanmar sebagai pengecut karena membunuh penduduk sipil yang menggelar unjuk rasa damai.

Kepala Bidang Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mendesak para jenderal militer Myanmar segera menghentikan kekerasan terhadap penduduk.

“Kami akan terus melanjutkan kebijakan Uni Eropa, termasuk sanksi, yang ditujukan kepada pelaku kekerasan dan dan pihak yang bertanggung jawab atas kemunduran demokrasi dan perdamaian di Myanmar,” kata Borrell.
Infografis Jerat Kasus Aung San Suu Kyi Usai Dikudeta(CNN Indonesia/ Basith Subastian)

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, turut mengecam kekerasan militer Myanmar terhadap penduduk sipil.

“Kami tidak memberikan toleransi terhadap sikap militer yang brutal kepada penduduk Myanmar,” kata Maas melalui Twitter.

OASE

INFOGRAFIS

WARGANET

Trending