Berita
Analis Politik Nilai Presidential Treshold Masih Penting
AKTUALITAS.ID – Analis politik Adi Prayitno menilai, presidential threshold atau ambang batas parlemen masih penting. Asalkan, angka minimal presidential treshold tidak terlalu tinggi seperti sekarang sebanyak 20 persen. “Ambang batas presiden tetap penting, tapi tak mempersulit kandidat potensial bisa maju. Misalnya ambang batas cuma 10 persen. Angka Kompromi antara yang mau ambang batas 20 persen […]

AKTUALITAS.ID – Analis politik Adi Prayitno menilai, presidential threshold atau ambang batas parlemen masih penting. Asalkan, angka minimal presidential treshold tidak terlalu tinggi seperti sekarang sebanyak 20 persen.
“Ambang batas presiden tetap penting, tapi tak mempersulit kandidat potensial bisa maju. Misalnya ambang batas cuma 10 persen. Angka Kompromi antara yang mau ambang batas 20 persen dengan zero threshold,” kata Adi lewat keterangannya, Rabu (15/12/2021).
Menurutnya, presidential threshold penting untuk menyeleksi secara politik siapa kandidat yang kira-kira layak maju. Dia bilang, calon presiden harus melalui dinamika itu.
“Bukan ujug-ujug maju modal klaim bisa memimpin. Artinya, orang yang bisa nyapres adalah mereka yang sudah lolos seleksi politik secara ketat,” ucap Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu.
Meski begitu, kekurangan dari adanya ambang batas parlemen membuat semua pihak tak bisa maju calon presiden. Hal itu juga menghambat orang untuk maju capres lantaran tak bisa maju dari satu parpol saja.
“Ruginya karena tak semua orang bisa maju capres. Ambang batas menghambat orang potensial bisa maju,” jelasnya.
Sementara, pengamat politik Dedi Kurnia berpendapat ambang batas diperlukan untuk memudahkan seleksi kuantitas peserta Pilpres. Selain itu, agar terjadi koalisi antar parpol guna merampingkan imbas kontestasi yang berpeluang munculnya konflik.
“Tetapi, di sisi lain, ambang batas itu bisa saja menjadi kriminal dalam sistem demokrasi karena menghilangkan hak warga negara, yakni hak untuk dipilih,” ujar Direktur Eksekutif Indonesian Public Opinion itu.
Terlebih, kata dia, ambang batas presiden yang saat ini disepakati terlalu tinggi yakni 20 persen. Sehingga memungkinkan lahirnya oligarki dan kartel politik.
“Itulah mengapa ambang batas satu sisi diharapkan efisiensi, sisi lain menjadi kriminal barangkali, ambang batas perlu dievaluasi, tidak harus hilang sama sekali, tetapi cukup di angka 3 sapai 4 persen. Agar kontestasi sebelum Pilpres itu tetap ada,” pungkasnya.
-
EKBIS13/03/2025
Menhut: Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan Segera Diresmikan
-
NASIONAL13/03/2025
Prabowo Siapkan Penjara di Pulau Terpencil buat Koruptor: Mereka Gak Bisa Kabur!
-
DUNIA13/03/2025
Sidang Malapraktik Maradona: Teriakan Keadilan Menggema di Argentina
-
RAGAM14/03/2025
Film “The Brutalist” Sukses Raup 45 Juta Dolar AS di Box Office
-
MULTIMEDIA13/03/2025
FOTO:Â Hakim Tolak Keberatan Tom Lembong dalam Kasus Korupsi Importasi Gula
-
RAGAM13/03/2025
Dul Jaelani Ungkap Menu Favorit saat Berbuka Puasa: Gorengan dan Teh jadi Menu FavoritÂ
-
RAGAM13/03/2025
Baim Wong: Saya Tidak Pernah Ajarkan Anak Membenci Ibunya
-
MULTIMEDIA14/03/2025
FOTO:Â Komisi I DPR Rapat dengan Panglima dan Kepala Staf Bahas RUU TNI