Berita
Kasus KDRT dr.Qory, Menteri PPPA Dorong Setiap Korban KDRT Untuk Tidak Takut Melaporkan
AKTUALITAS.ID – Kasus dr.Qory, korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang viral di media sosial menjadi alarm untuk masyarakat bahwa KDRT, khususnya yang menimpa perempuan bukan aib dari keluarga, sehingga korban harus berani melapor.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengapresiasi keberanian dr.Qory yang telah berani melepaskan diri dari pelaku dan mencari perlindungan yang aman. Kemen PPPA juga sangat prihatin atas kejadian dan kondisi yang menimpa dr.Qory yang dalam penyidikan polisi ternyata mengalami KDRT berulang sejak lama.
“Jika merunut dari kronologi yang disampaikan oleh akun di “X” dan hasil penyelidikan aparat kepolisian, keputusan dr.Qory untuk meninggalkan rumah dan mencari perlindungan itu sudah sangat tepat. Kami sangat mengapresiasi keberanian dr.Qory dan juga berterima kasih kepada netizen dan masyarakat yang dengan perhatian besar mencari keberadaan korban. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bukan aib sehingga korban harus berani melapor. Tidaklah mudah untuk keluar dari kungkungan pelaku KDRT yang biasanya memang disertai ancaman apalagi jika kondisi keluarga hanya membiarkan aksi pelaku KDRT. Dengan berani melapor, maka pertolongan kepada korban dapat segera dilakukan, begitu pula upaya penyelamatan terhadap anak-anak korban. KDRT bukan lagi urusan privat, tapi sudah menjadi urusan Negara saat Undang-Undang pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) dituangkan dalam lembaran negara pada 22 September 2004. Sekali lagi, kepada semua perempuan yang mengalami kekerasan di dalam rumah tangganya, segeralah melapor,” tegas Menteri PPPA pada Minggu (19/11).
Kemen PPPA memiliki hotline layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08-111-129-129 sehingga masyarakat yang melihat, mendengar dan mengetahui adanya tindak kekerasan di sekeliling mereka bisa melapor ke kontak layanan tersebut.
“Sudah banyak masyarakat yang mendapatkan manfaat dari Layanan SAPA129, sehingga masyarakat yang menjadi korban kekerasan dapat segera ditangani. Selain Layanan SAPA129 masyarakat ataupun korban juga dapat melapor ke Unit Pelaksana Teknis Daerah – Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat seperti P2TP2A, dan kepolisian. Pada kesempatan ini kami juga mendorong pemerintah daerah yang belum memilki UPTD PPA agar dapat segera membentuk UPTD PPA karena lembaga layanan ini adalah bukti kehadiran Negara ketika perempuan dan anak menjadi korban kekerasan,” ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA juga memberikan apresiasi atas gerak cepat aparat kepolisian menangkap pelaku dan mendukung proses hukum pada pelaku KDRT yang saat ini sudah ditangkap oleh kepolisian setempat. Menteri PPPA berharap pelaku mendapatkan sanksi sesuai UU PKDRT sesuai Pasal 44 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dengan ancaman penjara 5 tahun atau denda paling banyak 15 juta rupiah.
Berdasarkan hasil koordinasi Layanan SAPA 129 dengan P2TP2A Kabupaten Bogor, saat ini korban beserta anak-anaknya juga sudah mendapatkan pendampingan dari tim P2TP2A Kabupaten Bogor dan sudah berada di tempat yang aman.
“Terima kasih kepada tim P2TP2A Kabupaten Bogor yang telah memberikan layanan pendampingan psikologis, pendampingan pemeriksaan kesehatan, dan visum di RSUD Cibinong, serta pendampingan saat dilakukan pemeriksaan di kepolisian (LP dan BAP). Korban juga direncanakan akan dilakukan pemeriksaan oleh psikiater,” ujar Menteri PPPA.
Mengingat posisi perempuan yang rentan menjadi korban kekerasan dalam ranah domestik maka baik perempuan, keluarga ataupun masyarakat di sekitar perlu mewaspadai hal-hal sebagai berikut, yaitu :
1. Jika kekerasan yang dilakukan terjadi berulang dan membentuk sebuah siklus yaitu fase ketegangan (dimana komunikasi mulai memburuk) – terjadi kekerasan – fase rekonsiliasi (permintaan maaf dari pelaku) – fase tenang (korban sudah memaafkan dan berbaikan dengan pelaku). Hal ini perlu disadari oleh korban bahwa itu adalah KDRT sehingga tidak terjebak pada fase KDRT selanjutnya.
2. Tidak menyalahkan diri sendiri karena KDRT bukan merupakan kesalahan diri sendiri.
3. Mengumpulkan bukti yang dapat mendukung adanya peristiwa KDRT merupakan langkah penting jika terjadi kondisi yang semakin memburuk. Bukti-bukti yang dapat mendukung jika terjadi kekerasan fisik dapat berupa hasil pemeriksaan kesehatan (rekam medis), dan dokumentasi luka/memar akibat KDRT yang dialami.
4. Menghubungi keluarga/kerabat yang dapat dipercaya atau mencari bantuan pada tempat yang tepat. (Rafi)
-
NASIONAL01/12/2025 12:00 WIBKorban Meninggal Banjir di Sumut, Sumbar, dan Aceh Mencapai 442 Jiwa
-
NASIONAL01/12/2025 06:00 WIBUsut Viral Kayu Gelondongan di Banjir Sumatera, Komisi IV DPR Panggil Kemenhut
-
EKBIS01/12/2025 10:30 WIBRupiah Menguat ke Rp 16.655 per Dolar AS pada Awal Pekan
-
JABODETABEK01/12/2025 05:30 WIBWaspada! BMKG Keluarkan Peringatan Dini Hujan Lebat untuk Jabodetabek
-
RIAU01/12/2025 15:30 WIBDampak Bencana Sumatera Harga Bahan Pokok Melonjak Tajam, Cabai Merah Tembus 140 Ribu/Kg di Pekanbaru
-
RAGAM01/12/2025 19:30 WIBTiga Modus Penipuan Email yang Sedang Marak, Begini Cara Mengenalinya
-
JABODETABEK01/12/2025 06:30 WIBDua Sopir di Depok Ditangkap karena Mencuri Uang Rp 430 Juta dari ATM Majikan
-
NASIONAL01/12/2025 07:00 WIBPrabowo Minta Seluruh Kekuatan Nasional Terjun Tangani Bencana di Sumatra

















