Connect with us

DUNIA

Demi Akhiri Derita Gaza, Hamas Siap Lepas Semua Sandera untuk Gencatan Senjata Jangka Panjang

Aktualitas.id -

Hamas adalah organisasi Islam Palestina dengan sayap militer Izz ad-Din al-Qassam di wilayah Palestina. - Istimewa

AKTUALITAS.ID – Dalam upaya mencari solusi damai untuk mengakhiri perang berkepanjangan di Gaza, kelompok Hamas menyatakan kesiapannya untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata selama lima tahun. Tawaran signifikan ini datang dengan imbalan pembebasan seluruh sandera yang saat ini ditahan oleh kelompok tersebut.

Delegasi Hamas dilaporkan telah melakukan kunjungan ke Kairo, Mesir, untuk melakukan diskusi intensif dengan para mediator Mesir mengenai jalan keluar dari konflik yang telah berlangsung selama 18 bulan dan merenggut nyawa lebih dari 51 ribu jiwa.

Di tengah urgensi situasi kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza, dengan menipisnya pasokan makanan dan medis, seorang pejabat Hamas yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kepada AFP kelompoknya siap untuk melakukan pertukaran tahanan secara menyeluruh dalam satu gelombang, yang akan diikuti oleh gencatan senjata selama lima tahun.

Usulan gencatan senjata sebelumnya yang diajukan awal bulan ini ditolak mentah-mentah oleh Israel. Usulan tersebut menyerukan kesepakatan ‘komprehensif’ untuk mengakhiri agresi militer besar-besaran yang dimulai sejak 7 Oktober 2023.

Menurut seorang pejabat senior Hamas, penolakan Israel terhadap tawaran sebelumnya mencakup proposal gencatan senjata selama 45 hari dengan imbalan pembebasan 10 sandera yang masih hidup. Hamas sejak awal bersikeras bahwa setiap kesepakatan gencatan senjata harus berujung pada penghentian total perang, penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza, dan peningkatan signifikan bantuan kemanusiaan.

Gagasan penarikan Israel dan ‘berakhirnya perang secara permanen’ sebelumnya juga sempat digariskan oleh Presiden AS saat itu, Joe Biden, sebagai bagian dari fase kedua gencatan senjata. Fase pertama gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari 2025, sayangnya, runtuh dua bulan kemudian akibat perbedaan pandangan antara kedua belah pihak.

Hamas telah berupaya untuk melanjutkan pembicaraan ke fase kedua, namun Israel bersikeras untuk memperpanjang fase pertama. Israel juga terus menuntut pembebasan seluruh sandera yang ditawan sejak serangan 2023 dan pelucutan senjata Hamas, yang oleh kelompok tersebut dianggap sebagai ‘garis merah’ yang tidak dapat dinegosiasikan.

“Kali ini kami akan menuntut jaminan mengenai berakhirnya perang. Penjajah dapat kembali berperang setelah kesepakatan parsial apa pun, tetapi tidak dapat melakukannya dengan kesepakatan komprehensif dan jaminan internasional,” tegas Mahmud Mardawi, seorang pejabat senior Hamas, dalam sebuah pernyataan.

Senada dengan Mardawi, pejabat senior Hamas lainnya, Osama Hamdan, menegaskan kembali pihaknya tidak akan mempertimbangkan proposal apa pun yang tidak mencakup penghentian perang secara komprehensif dan permanen.

“Kami tidak akan meninggalkan senjata perlawanan selama penjajahan berlanjut,” tandasnya.

Di tengah upaya diplomasi yang sedang berlangsung, Israel terus melancarkan serangan ke Gaza. Pada Sabtu (26/4/2025), serangan udara Israel dilaporkan menewaskan sedikitnya 36 orang di Gaza utara.

Seorang warga Gaza yang selamat dari serangan, Umm Walid al-Khour, menuturkan serangan terjadi saat semua orang sedang tertidur lelap bersama anak-anak mereka, menyebabkan rumah mereka runtuh dan menimpa para penghuninya. Di wilayah lain di Gaza, dilaporkan 25 orang lainnya juga kehilangan nyawa akibat serangan serupa.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada komentar resmi dari pihak militer Israel terkait serangan terbaru tersebut. Namun, mereka sebelumnya mengklaim telah menyerang ‘1.800 target teror’ di seluruh Gaza sejak operasi militer kembali dilanjutkan pada 18 Maret, dan mengklaim telah menewaskan ratusan ‘teroris’.

Upaya mediasi yang melibatkan Qatar, Amerika Serikat, dan Mesir sebelumnya berhasil menengahi gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari, yang memungkinkan masuknya lonjakan bantuan kemanusiaan dan pertukaran sandera dengan tahanan Palestina. Namun, karena ketidaksepakatan antara Israel dan Hamas mengenai langkah selanjutnya, Israel menghentikan akses bantuan ke Gaza dan kembali melanjutkan pengeboman, menciptakan kembali siklus kekerasan yang memilukan. Tawaran terbaru dari Hamas ini diharapkan dapat menjadi titik balik menuju perdamaian yang lebih berkelanjutan di wilayah yang dilanda konflik tersebut. (Munzir)

TRENDING