Connect with us

NASIONAL

Jangan Baper! Penempatan Polisi di K/L Bukan ‘Dwifungsi’ Gaya Lama

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Polemik mengenai penempatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di berbagai kementerian/lembaga (K/L) dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Pendiri Haidar Alwi Institute, R. Haidar Alwi, menegaskan praktik ini sepenuhnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

“Tidak ada yang dilanggar, semuanya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik Undang-Undang Polri, Undang-Undang ASN maupun PP Manajemen ASN,” ujar Haidar dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (10/4/2025).

Haidar Alwi merujuk pada Pasal 28 Ayat 3 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang secara jelas memperbolehkan anggota Polri menduduki jabatan di luar kepolisian asalkan berdasarkan penugasan resmi dari Kapolri dan sesuai dengan tugas serta fungsi kepolisian. Ia meluruskan interpretasi yang keliru dengan menekankan ketentuan mengundurkan diri atau pensiun tidak berlaku dalam konteks penugasan tersebut.

Lebih lanjut, Haidar Alwi menjelaskan penempatan anggota Polri di luar institusi kepolisian selalu didasarkan pada permintaan dari kementerian/lembaga yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan Pasal 42 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memungkinkan Polri menjalin kerja sama dengan instansi lain demi kepentingan umum, termasuk dalam rangka pembinaan dan pengawasan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Landasan hukum penempatan anggota Polri di K/L juga diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal 19 dan Pasal 20 UU ASN secara eksplisit memperbolehkan anggota Polri mengisi jabatan ASN tertentu di instansi pusat, dan sebaliknya, ASN juga dapat menduduki jabatan di lingkungan Polri. Pengisian jabatan ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diperbarui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020.

Menurut Haidar Alwi, Pasal 147 hingga Pasal 149 PP Manajemen PNS mengatur pengisian jabatan ASN tertentu oleh anggota Polri harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak, kesehatan, integritas, serta persyaratan jabatan lain sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Proses penempatan ini juga memerlukan persetujuan dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dengan pertimbangan dari menteri terkait. “Semuanya dipertimbangkan. Mulai dari kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak, kesehatan, integritas dan persyaratan jabatan lain sesuai kompetensi. Jadi ada prosesnya, bukan ujug-ujug maunya Polri,” tegasnya.

Oleh karena itu, Haidar Alwi mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh isu yang mencoba mengaitkan penempatan anggota Polri di kementerian/lembaga dengan konsep dwifungsi militer yang telah ditinggalkan pasca reformasi. Ia menekankan Polri adalah institusi yang berbeda dengan TNI dan Undang-Undang Polri yang berlaku saat ini disusun pada tahun 2002 sesuai dengan amanat reformasi. “Polri bukan militer. Berbeda dengan TNI dan Undang-Undang Polri yang berlaku saat ini disusun tahun 2002 sesuai amanat reformasi. Jadi, jangan mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin menjegal revisi Undang-Undang Polri,” pungkasnya. (Mun/Yan Kusuma)

TRENDING