NASIONAL
Dalih Tertibkan Ormas, Koalisi Sipil Justru Khawatirkan Represi Gaya Orde Baru
AKTUALITAS.ID – Usulan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk merevisi Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) menuai kritik keras dari Koalisi Kebebasan Berserikat. Koalisi yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil (OMS) ini menilai revisi tersebut justru menjadi ancaman baru bagi kebebasan berserikat di Indonesia.
Usulan revisi UU Ormas muncul sebagai respons atas maraknya kasus OMS yang dinilai bertindak di luar batas, termasuk melakukan intimidasi, pemerasan, dan kekerasan. Namun, Koalisi Kebebasan Berserikat berpendapat bahwa revisi UU Ormas dan pengetatan pengawasan keuangan OMS bukanlah solusi efektif untuk mengatasi persoalan tersebut.
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, yang tergabung dalam koalisi, menyatakan rencana pengawasan yang berlebihan menunjukkan kekuasaan absolut negara dalam mengontrol warga negara dan memposisikan rakyat sebagai objek.
“Dengan adanya rencana pengawasan yang berlebihan tersebut, semakin memperlihatkan masih adanya kekuasaan absolut bagi negara yang sangat superior dan berwenang untuk mengontrol warga negara, serta memosisikan rakyat sebagai objek,” kata Wana dalam keterangannya, Rabu (30/4/2025).
Menurutnya, akar permasalahan terletak pada penegakan hukum yang lemah terhadap OMS yang melakukan tindakan intimidasi, pemerasan, dan kekerasan. Pemerintah seharusnya fokus pada penegakan hukum yang sudah ada, seperti UU Ormas yang berlaku, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU ITE, dan undang-undang lainnya, tanpa perlu melakukan revisi UU Ormas.
Koalisi Kebebasan Berserikat justru melihat UU Ormas sebagai alat represi bagi masyarakat sipil. Mereka menemukan pola pembatasan dan pelanggaran terhadap OMS melalui implementasi UU Ormas, termasuk kewajiban pendaftaran dengan Surat Keterangan Terdaftar (SKT), stigmatisasi OMS yang tidak terdaftar sebagai ilegal atau liar, tuduhan sebagai antek asing, serta pengawasan berlebihan dengan pendekatan politik-keamanan.
Koalisi ini menegaskan pola pembatasan tersebut merupakan penyalahgunaan kekuasaan dan mengulang praktik otoritarianisme Orde Baru. Mereka juga menekankan pembubaran OMS oleh pemerintah dalam negara hukum demokratis adalah pelanggaran prinsipil terhadap konstitusi dan hak asasi manusia.
“Alih-alih mendorong prinsip due process of law, pemerintah malah mempersempit kebebasan berserikat bagi OMS di Indonesia melalui rencana pengawasan yang lebih ketat terhadap transparansi keuangan masing-masing OMS,” pungkas Wana, menyampaikan kekhawatiran koalisi terhadap masa depan kebebasan berserikat di Indonesia. (Ari Wibowo/Mun)
-
JABODETABEK12/12/2025 15:00 WIBPengeroyokan ‘Matel’ Berujung Bentrokan di Kalibata, Polisi Periksa 6 Saksi
-
RIAU12/12/2025 19:00 WIBPolsek Kandis Bongkar Peredaran Narkoba Besar, Pelaku Bawa 74 Paket Sabu dan 501 Ekstasi
-
RAGAM12/12/2025 15:30 WIBKapan Waktu yang Terbaik untuk Minum Air Kelapa
-
NASIONAL13/12/2025 06:00 WIBPurbaya: Tidak Akan Kirim Barang Ilegal untuk Korban Bencana
-
NASIONAL12/12/2025 16:00 WIBMentan Amran Kirimkan Bantuan Bencana Sumatera Tahap II Via KRI Surabaya
-
OASE13/12/2025 05:00 WIBSurat Al-Mujadalah Ayat 11 Ayat 11: Pentingnya Menuntut Ilmu bagi Umat Muslim
-
JABODETABEK13/12/2025 05:30 WIBMau Malam Mingguan? Cek Dulu Cuaca Jabodetabek Sabtu 13 Desember
-
NASIONAL13/12/2025 07:00 WIBPAN Desak Revisi UU Migas untuk Mempercepat Investasi di Sektor Miga

















