Connect with us

NASIONAL

Yusril: Pemerintah Tunggu Lampu Hijau DPR untuk Bahas RUU Perampasan Aset

Aktualitas.id -

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, namun hingga kini masih menunggu langkah konkret dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, Jumat (2/5/2025).

“Pemerintah siap kapan saja membahas RUU ini. Kami memandang perampasan aset hasil korupsi perlu memiliki dasar hukum yang kuat agar hakim dapat mengambil keputusan dengan legitimasi yang jelas,” ujar Yusril saat ditemui di Jakarta.

RUU Perampasan Aset merupakan inisiatif DPR yang telah diajukan sejak 2003, namun belum kunjung masuk tahap pembahasan bersama pemerintah. Yusril menilai regulasi ini sangat penting untuk menutup celah hukum dalam upaya pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.

“Undang-undang ini penting agar proses penyitaan dan perampasan aset berjalan dengan adil, pasti, dan tetap menghormati hak asasi manusia,” tambahnya.

Yusril juga menyinggung pengalaman serupa ketika pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sempat mandek di DPR. Ia memperkirakan DPR akan menyempurnakan naskah akademik terlebih dahulu sebelum membahasnya bersama pemerintah, seperti yang terjadi sebelumnya.

Yusril menegaskan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi sangat kuat. Ia mengutip pernyataan Presiden saat peringatan Hari Buruh, di mana Prabowo menegaskan aset hasil korupsi tidak boleh dibiarkan dinikmati oleh para koruptor.

“Aset hasil korupsi memang harus dirampas untuk mengembalikan kerugian negara dan uang rakyat,” tegasnya.

RUU ini, kata Yusril, juga sejalan dengan Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia pada 2006. Nantinya, undang-undang ini akan memperluas kewenangan aparat untuk merampas aset tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga yang tersembunyi di luar negeri.

Dalam penjelasannya, Yusril menekankan pelaksanaan undang-undang ini harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian. Penegakan hukum harus tegas namun tidak boleh melanggar asas keadilan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

“Tujuannya bukan sekadar menghukum, tapi juga mengembalikan hak publik. Maka undang-undangnya harus jelas agar tidak disalahgunakan,” tutupnya.

Kini, publik menanti apakah DPR akan segera menggerakkan kembali pembahasan RUU yang dinilai krusial ini—terutama di tengah meningkatnya harapan terhadap pemerintahan baru dalam perang terhadap korupsi. (Ari Wibowo/Mun)

TRENDING