Connect with us

POLITIK

Jeirry Sumampow: Pilkada Lewat DPRD Hanya Melokalisasi Politik Uang

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia) Jeirry Sumampow menolak wacana pengembalian mekanisme Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) lewat DPRD yang belakangan digulirkan oleh sejumlah elite partai politik. Jeirry menilai alasan efisiensi anggaran dan upaya menekan politik uang justru menyesatkan publik dan mengancam kedaulatan rakyat.

Jeirry menjelaskan bahwa mahalnya ongkos politik bukan disebabkan oleh sistem pilkada langsung, melainkan oleh perilaku elit dan buruknya tata kelola partai politik. “Mengubah sistem menjadi tidak langsung tak akan menghapus politik uang, melainkan hanya melakukan lokalisasi korupsi,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa (30/12).

Ia memperingatkan bahwa transaksi gelap yang selama ini menyasar pemilih berisiko berpindah ke ruang-ruang tertutup antarelite partai dan fraksi DPRD. Menurut Jeirry, para elit yang mengusulkan pilkada melalui DPRD tidak memiliki legitimasi moral untuk berbicara soal pemberantasan politik uang.

“Sangat ironis dan munafik ketika mereka menggunakan politik uang sebagai alasan untuk mencabut hak rakyat, padahal mereka sendiri yang melanggengkan praktik tersebut,” kata Jeirry.

Jeirry menegaskan bahwa pilkada langsung merupakan mandat reformasi untuk memutus praktik ‘dagang sapi’ yang dulu masif terjadi di DPRD. Mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD dinilainya sebagai kemunduran serius bagi demokrasi lokal, karena kepala daerah berisiko menjadi sandera kepentingan partai dan bukan lagi pelayan kepentingan rakyat.

Dalam sistem tidak langsung, akuntabilitas kepada pemilih akan terputus dan digantikan oleh relasi balas budi kepada pimpinan partai. Jeirry menolak penggunaan alasan biaya politik untuk merampas kedaulatan rakyat dan menekankan bahwa solusi yang tepat adalah memperbaiki sistem, bukan mencabut hak pilih.

Solusi yang diusulkan Tepi Indonesia meliputi digitalisasi pemilu, reformasi pendanaan partai politik, dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku politik uang. Jeirry menilai sejak pilkada langsung diterapkan pada 2005, rakyat semakin berdaulat dalam menentukan pemimpinnya; mengembalikan pilkada ke DPRD berarti memaksa rakyat kembali menjadi penonton dalam menentukan masa depan daerahnya sendiri.

Atas dasar itu, Tepi Indonesia menolak wacana pilkada melalui DPRD. Jeirry memperingatkan bahwa sistem tersebut hanya akan memperkuat cengkeraman oligarki dan mempermudah pihak berkepentingan membeli kepemimpinan daerah melalui lingkaran elite partai. Ia menegaskan bahwa kedaulatan rakyat tidak boleh dikalahkan oleh kalkulasi penghematan anggaran yang menurutnya semu dan menyesatkan. (Bowo/Mun)

TRENDING

Exit mobile version