DUNIA
Eropa Dihantam Gelombang Panas Lebih Awal, Ilmuwan: Ini Alarm Krisis Iklim
AKTUALITAS.ID — Eropa kembali mencatat rekor suhu panas ekstrem pada Juni 2025, dengan suhu rata-rata mencapai 20,49 derajat Celsius—naik 2,81 derajat dibandingkan rerata periode 1991–2020. Gelombang panas yang lebih awal dan lebih parah dari biasanya ini disebut sebagai bukti nyata bahwa perubahan iklim semakin tak terkendali.
Menurut Julien Nicolas, ilmuwan senior dari Copernicus Climate Change Service (C3S), fenomena ini didorong oleh dua gelombang panas besar yang melanda Eropa Barat dan Selatan sejak pertengahan hingga akhir Juni. Negara-negara seperti Spanyol, Portugal, Prancis, Italia, Jerman, Austria, Swiss, hingga Inggris, mengalami suhu ekstrem yang biasanya baru muncul pada Juli atau Agustus.
“Peristiwa semacam ini kini datang jauh lebih awal, mengikuti tren pemanasan jangka panjang,” kata Nicolas kepada Xinhua.
Ia memperingatkan bahwa kondisi ini merupakan alarm bagi dunia untuk segera bertindak terhadap akar penyebab perubahan iklim.
Fenomena kubah panas—sistem tekanan tinggi yang menjebak udara panas—diidentifikasi sebagai penyebab utama suhu melonjak. Di sisi lain, suhu permukaan Laut Mediterania barat juga menyentuh rekor tertinggi, dengan suhu 27°C pada 30 Juni disertai anomali harian sebesar 3,7°C—tertinggi yang pernah tercatat sepanjang sejarah.
“Laut Mediterania kini menjadi salah satu titik panas perubahan iklim yang paling jelas, memanas lebih cepat dari wilayah lainnya,” tambah Nicolas.
Dampaknya, malam tropis—ketika suhu tidak turun di bawah 20°C—menjadi lebih sering, memperburuk beban panas bagi penduduk.
Ia juga menyoroti pengaruh amplifikasi Arktika, yaitu mencairnya es dan salju di Kutub Utara yang memperparah pemanasan global dan menyebabkan pola jet stream menjadi lebih ekstrem. Hal ini membuat cuaca ekstrem seperti gelombang panas berlangsung lebih lama dan lebih intens.
Melihat tren ini, C3S memproyeksikan musim panas 2025 akan lebih panas dan kering dari rata-rata, terutama di Eropa timur dan tenggara. Risiko gelombang panas berulang diperkirakan meningkat dalam beberapa bulan ke depan.
Julien Nicolas menegaskan pentingnya tindakan segera:
“Kita harus mengatasi akar pemanasan global, yaitu emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia. Tanpa pengurangan emisi secara drastis, peristiwa ekstrem seperti ini akan menjadi semakin umum.”
Aksi iklim kini bukan sekadar pilihan, tapi kebutuhan mendesak. (PURNOMO/DIN)
-
NASIONAL28/10/2025 15:00 WIB
Kemenhan: TNI Siapkan Langkah Awal Pengiriman Pasukan Pedamaian ke Gaza
-
POLITIK28/10/2025 19:00 WIBKPP-DEM Gelar Diskusi Media Bahas Digitalisasi Pemilu Bareng KPU, Bawaslu dan Kemkomdigi
-
FOTO29/10/2025 05:13 WIBFOTO: Aksi Peduli Biruni Foundation di Hari Sumpah Pemuda
-
OLAHRAGA28/10/2025 19:30 WIBPengamat: Kembalinya Shin Tae-yong Bukan Solusi, Justru Bisa Jadi Masalah
-
NASIONAL28/10/2025 18:00 WIBLBP, Berpeluang Dipanggil KPK dalam Kasus Whoosh
-
NUSANTARA28/10/2025 16:00 WIBIntesitas Hujan Masih Tinggi, Banjir Kembali Genangi Kota Semarang
-
NASIONAL28/10/2025 20:01 WIBDukung Prajurit, Kemen PU Serahkan Aset Rp2,29 T ke Kemenhan
-
EKBIS28/10/2025 15:30 WIBToyota Akan Bangun Pabrik Etanol di Indonesia

















