Connect with us

Jabodetabek

Kejagung Tahan Mantan Dirjen Perkeretaapian dalam Kasus Korupsi Rp1,1 Triliun

Published

on

Tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023, Prasetyo Boeditjahjono (PB) selaku mantan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (tengah), digiring menuju mobil tahanan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Minggu (3/11/2024). (Kejaksaan Agung RI)

AKTUALITAS.ID – Kejaksaan Agung Republik Indonesia resmi menahan mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono (PB), setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa di Sumatera Utara dan Aceh. Proyek ini berlangsung di Balai Teknik Perkeretaapian Medan pada 2017–2023 dengan nilai anggaran Rp1,3 triliun.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa PB akan menjalani penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan. “Penahanan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-52/F.2/Fd.2/11/2024 tanggal 3 November 2024,” ujar Abdul Qohar, Minggu (3/11/2024), di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.

Kasus ini bermula dari penyidikan yang sudah berlangsung selama satu tahun. Saat peristiwa terjadi, Prasetyo menjabat sebagai Dirjen Perkeretaapian pada 2016–2017 dan terakhir sebagai Staf Ahli Bidang Teknologi, Lingkungan, dan Energi di Kementerian Perhubungan. Ia diduga kuat terlibat dalam pengaturan proses pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa.

Dalam skema korupsi ini, Prasetyo diduga memerintahkan Nur Setiawan Sidik (NSS), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), untuk memecah proyek konstruksi menjadi 11 paket pekerjaan dan memenangkan delapan perusahaan tertentu dalam proses tender. Tidak hanya itu, Ketua Kelompok Kerja Pengadaan Barang dan Jasa, Rieki Meidi Yuwana (RMY), melakukan proses lelang tanpa dokumen teknis yang memadai, melanggar regulasi yang ada.

Ironisnya, pembangunan jalur kereta api ini tidak didahului dengan studi kelayakan dan tidak dilengkapi dokumen trase resmi. Akibatnya, jalur kereta api mengalami amblas dan tidak dapat digunakan. “Proses pembangunan menyimpang dari desain asli, dan konsultan pengawas serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) turut memindahkan jalur tanpa dasar yang sesuai,” ungkap Abdul Qohar.

Dalam penyelidikan, Prasetyo juga diduga menerima fee sebesar Rp1,2 miliar dari Akhmad Afif Setiawan (AAS), Pejabat Pembuat Komitmen, dan Rp1,4 miliar dari PT WTJ. Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian yang fantastis, mencapai Rp1,1 triliun atau tepatnya Rp1.157.087.853.322.

Prasetyo kini dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2021, jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Kasus ini menjadi salah satu perhatian besar dalam upaya penegakan hukum terhadap praktik korupsi di Indonesia. (NAUFAL/RAFI)

Trending