Connect with us

NASIONAL

LBP Jauhkan Ajaran dan Pesan Pangbes Sudirman: Sebuah Peringatan Bagi Purnawirawan TNI

Aktualitas.id -

Luhut Binsar Panjaitan (LBP), Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, nama Jenderal Sudirman selalu dikenang sebagai simbol keberanian, patriotisme, dan pengabdian tanpa pamrih. Kalimat ikoniknya, “Kutitipkan bangsa dan negara ini padamu,” menjadi amanat yang tak lekang oleh waktu dan selalu relevan sebagai pedoman moral bagi seluruh anak bangsa, terutama para pemimpin dan aparat negara.

Baru-baru ini, publik Indonesia kembali diingatkan akan pentingnya menjaga nilai-nilai tersebut. Sejumlah purnawirawan TNI, yang selama ini dikenal sebagai penjaga moral dan sejarah perjuangan bangsa, menyuarakan berbagai tuntutan dan harapan demi kemajuan Indonesia. Mereka memahami sebagai bagian dari bangsa yang besar, pengabdian dan tanggung jawab moral terhadap negara adalah keharusan, tidak hanya saat aktif bertugas, tetapi juga setelah pensiun.

Namun, sayangnya, tidak semua pihak memaknainya dengan bijak. Ada yang justru menyampaikan pernyataan yang bersifat antagonis dan menimbulkan polarisasi. Salah satunya adalah pernyataan dari Luhut Binsar Panjaitan (LBP), seorang tokoh senior yang dikenal dekat dengan pemerintahan saat ini. Pernyataannya yang menyebutkan “kampungan dan disuruh pindah negara” terhadap anak bangsa yang mengingatkan pemerintah tentang tanggung jawab moralnya, telah memantik kontroversi dan menimbulkan keprihatinan mendalam.

Pernyataan LBP tersebut sangat tidak mencerminkan semangat dan pesan Panglima Sudirman yang selalu mengedepankan nasionalisme, kebhinekaan, dan pengabdian tulus untuk bangsa. Sebagai seorang purnawirawan TNI, sikap seperti ini bertentangan dengan nilai-nilai moral dan etika yang harus dijunjung tinggi. Mengingatkan pemerintah dan masyarakat tentang tantangan bangsa, bukanlah bentuk kampungan atau tidak pantas, melainkan bagian dari tanggung jawab moral sebagai warga negara dan mantan prajurit yang memahami arti perjuangan.

Di sisi lain, publik Indonesia juga tidak bisa menutup mata terhadap realitas politik dan sosial yang terjadi. Misalnya, peran Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden yang belakangan ini dianggap kurang menunjukkan kualitas dan kepemimpinan yang diharapkan, serta hubungan keluarganya dengan presiden yang mempengaruhi dinamika politik nasional. Kemerosotan tata kelola dan lemahnya pengawasan menjadi bagian dari masalah yang harus diperbaiki bersama.

Dalam konteks ini, penting bagi seluruh elemen bangsa untuk menegaskan kembali keberanian dan keberpihakan terhadap nilai-nilai nasionalisme harus dijaga. Warisan Panglima Sudirman tidak boleh diselewengkan untuk kepentingan politik tertentu yang justru memecah persatuan dan memperlemah moral bangsa. Sebaliknya, pesan beliau harus menjadi fondasi untuk memperkuat semangat kebangsaan, menjaga keutuhan NKRI, dan mengedepankan dialog serta kritik konstruktif demi kemajuan bangsa.

Sebagai bangsa yang besar dan berbudaya tinggi, Indonesia membutuhkan pemimpin dan tokoh yang mampu menyatukan kekuatan rakyat, meneguhkan prinsip-prinsip demokrasi, serta memperjuangkan keadilan sosial. Mengutip kata-kata Panglima Sudirman, “Kutitipkan bangsa dan negara ini padamu,” menjadi panggilan untuk semua lapisan masyarakat agar tidak terjebak dalam narasi yang memecah belah, melainkan terus memperjuangkan cita-cita kemerdekaan, keadilan, dan kemakmuran bersama.

Akhir kata, mari kita jaga warisan dan pesan Panglima Sudirman. Jangan biarkan semangat perjuangan dan nasionalisme menjadi korban politik sesaat. Kita harus bersatu, saling mengingatkan, dan meneguhkan komitmen untuk menjadikan Indonesia negara yang maju, adil, dan berdaulat. Karena, masa depan bangsa ini tergantung dari keberanian kita dalam menjaga nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para pahlawan nasional. (Penulis/Wawan Leak : Senator ProDEM dan aktifis 80)

TRENDING