Connect with us

POLITIK

Ketua DKPP Tegaskan Sanksi Etik Tak Ubah Hasil Pemilu Meski Terbukti Ada Pergeseran Suara

Aktualitas.id -

Ketua DKPP Heddy Luqito, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI menyoroti tingginya angka pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini mencatat jumlah kasus terbesar dibandingkan provinsi lain, disusul oleh Papua, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan.

Ketua DKPP RI Heddy Luqito mengungkapkan bahwa tingginya kasus di Jawa Barat bukan hanya dari segi kuantitas (jumlah laporan), melainkan juga kualitas pelanggaran yang tergolong berat.

“Rata-rata di Jawa Barat itu selain jumlah, kualitas pelanggarannya juga lumayan tinggi. Salah satu pelanggaran etik yang berat itu di antaranya adalah pergeseran suara,” ungkap Ketua DKPP Heddy Lugito usai acara Laporan Kinerja DKPP 2025 di Lembang, Jawa Barat, Senin (8/12/2025).

Ketua DKPP menjelaskan bahwa modus yang paling dominan ditemukan di beberapa kabupaten/kota di Jawa Barat adalah upaya menggeser perolehan suara tanpa mengubah total suara sah secara keseluruhan, namun merugikan atau menguntungkan pihak tertentu.

“Pergeseran suara, jadi nggak mengubah (total), ya kan, tapi menggeser suara. Itulah yang paling banyak (terjadi),” tegasnya.

DKPP menyebut fenomena ini sebagai sebuah “anomali”. Pasalnya, pada periode pemilu sebelumnya, tingkat pelanggaran etik di Jawa Barat tergolong sangat rendah, bahkan di bawah rata-rata nasional.

“Mengapa (sekarang tinggi)? Saya secara ilmiah belum bisa menjawab. Karena sekarang sedang dilakukan penelitian secara intensif, yaitu Penelitian Indeks Kepatuhan Etik Penyelenggara Pemilu, dan baru selesai nanti bulan Januari,” tambahnya.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua DKPP juga menegaskan batasan wewenang lembaganya. Ia menjawab pertanyaan mengenai dampak putusan etik terhadap hasil pemilu yang sudah ditetapkan, terutama jika terbukti ada pergeseran suara.

Ia menegaskan bahwa DKPP hanya memeriksa perilaku penyelenggara (KPU/Bawaslu), bukan hasil pemilunya.

“Putusan DKPP tidak akan mengubah hasil pemilu walaupun ada pergeseran suara. Karena yang kita periksa bukan pergeseran suaranya, tapi bagaimana perilaku penyelenggara pemilu saat melakukan pelanggaran itu,” jelasnya.

Jika terbukti bersalah, sanksi terberat bagi penyelenggara adalah pemberhentian tetap. Namun, urusan sengketa hasil suara tetap menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Impact-nya adalah mereka yang melanggar berarti akan diberhentikan. Jadi tidak ada putusan seberat apapun (dari DKPP) yang akan memengaruhi hasil pemilu,” imbuhnya.

Di sisi lain, DKPP juga menanggapi isu mengenai revisi UU Pemilu dan wacana Pilkada dikembalikan ke DPRD. DKPP menyatakan posisi netral dan menyerahkan sepenuhnya kepada pembuat undang-undang (Pemerintah dan DPR).

Namun, DKPP memiliki usulan kelembagaan tersendiri, yakni keinginan untuk membentuk kantor perwakilan di daerah dan kemandirian sekretariat yang terpisah dari Kementerian Dalam Negeri.

“Usulan DKPP di antaranya adalah supaya diberi kewenangan membentuk kantor perwakilan DKPP di daerah. Tujuannya agar memberi pelayanan yang lebih efektif dan cepat kepada para pelapor, terutama di Papua, Sulawesi, dan Kalimantan yang jauh,” pungkasnya. (Mun)

TRENDING